Menilik Fenomena Bisnis Joki dalam Pendidikan Indonesia (3) : Panen Omzet hingga Rp 90 Juta dari Para Pemalas

Jumat 02-08-2024,13:58 WIB
Reporter : Novia Herawati
Editor : Mohamad Nur Khotib

Joki skripsi atau joki tugas sama-sama buruk, amoral, dan mencederai mutu pendidikan di tanah air. Parahnya lagi, perjokian ini melanggengkan kemalasan.

-------

Iklim akademis dunia pendidikan sudah bergeser. Bukan lagi soal perbaikan kualitas. Melainkan bagaimana menyelesaikan tugas dengan cepat bin instan. Terutama bagi mereka yang sibuk, malas, dan berduit. Perpaduan komplet.

Di sini lah celah dari sistem pendidikan Indonesia. Sekaligus celah yang membuat industri perjokian subur dan makmur. Munculnya praktik joki tak terlepas dari adanya permintaan. 

Hal itu diamini oleh Ira, bukan nama sebenarnya, seorang joki tugas. Menurut Ira, mahasiswa kaya dan pemalas memang menjadi sasaran empuk dari bisnis joki yang sudah dia geluti tiga tahun belakangan. 

BACA JUGA:Menilik Fenomena Bisnis Joki dalam Pendidikan Indonesia (1) : Joki ’’Dinormalisasi’’ sebagai ’’Solusi’’

BACA JUGA:Kisah-Kisah di Balik Praktik Perjokian di Kampus (1) : Jadi Pilihan saat Menyerah

“Karena saya tembak berapa juga dia ya, ya, saja. Biasanya universitas-universitas ternama juga pada joki,” ujar Ira kepada Harian Disway, Selasa, 30 Juli 2024.

Mulanya, Ira inisiatif membuka jasa joki semata-mata karena butuh uang. Apalagi saat itu Ira masih menjadi mahasiswa. Lumayan bisa buat tambahan uang jajan.

Ira pun mulai getol menawarkan jasanya lewat mulut ke mulut. Misalnya, ke teman kuliah, organisasi, bahkan di dunia maya. 


Ilustrasi seorang joki tugas dengan alat-alat kerja yang membantu melancarkan aksinya.-Boy Slamet/Harian Disway -

“Belum berani promosi lewat medsos, jadi jasa joki aku masih dikerjakan individu. Aku banyak terima klien dari Sumatera,” ujar perempuan asal Semarang itu. Lumayan, kalau sedang ramai, dia bisa mendapatkan hampir Rp 4 juta per bulan.

Jasa Ira untuk bermacam tugas. Mulai dari makalah, proposal, esai, hingga skripsi. Semuanya dia terima, asal satu, bukan menulis Arab. 

Dari ratusan klien yang joki di tempatnya, ada satu yang begitu dia ingat. Yakni saat menerima joki esai. “Aku buatin sesuai request, harganya juga mahal, ternyata buat lomba nasional, terus menang. Dia dapat hadiah dua kali harga joki,” kata Ira yang bercerita dengan nada kesal.

Didi, bukan nama sebenarnya, memberikan tanggapan yang tak jauh berbeda. Perempuan asal Jawa Timur tersebut membagikan pengalamannya selama tiga tahun menjadi joki. Mayoritas pelanggan adalah kalangan mahasiswa.

BACA JUGA:WN Tiongkok Jadi Joki Tes Bahasa Inggris di Surabaya

BACA JUGA:Joki SBMPTN Masuk Bui

Kategori :