Dilanjut: ”Waktu itu tanggal 1 September 2016 jam 3 sore. Saya lari ke ibu (pengacara Widyaningsih yang duduk di sebelahnya) Bu, Bu, ini gimana, Bu, masak iya anak saya dituduh membunuh, mukanya rusak ini siapa yang mukulin ya.”
Asep tediam. Kemudian ceritanya dilanjutkan Widyaningsih, begini:
”Saya mendatangi Polres Cirebon. Menanyakan kepada pihak kanitreskrim. Namun, tidak menemukan jawaban. Saya pun selaku kuasa hukum tidak boleh bertemu tersangka Rivaldi. Saya datangi sampai tiga kali. Saya baru boleh menemui Rivaldi pada 10 September 2016. Rivaldi sudah di Polda Jabar.”
Di situ Widyaningsih mengatakan, dia tahu Rivaldi disiksa penyidik Polres Cirebon.
Widyaningsih: ”Rivaldi disiksa dengan cara kelopak mata dan telinganya disteples. Malah, penyidik di Polda Jabar menceritakan, ketika Rivaldi dikirim ke Polda Jabar, telinganya masih terjepret steples. Penyidik itu mengatakan ke saya: Itu kemarin steples di telinganya, saya yang bukain, Bu.”
Steples yang dimaksud Widyaningsih adalah hekter atau staples. Sejenis paku dua ujung, yang jika badan staples ditekan, dua ujung paku menancap pada benda yang dijepret. Itu biasa digunakan menjepit kertas.
Asep: ”Pak Kapolri, Pak Presiden Jokowi yang mulia, Pak Prabowo, saya mohon minta keadilan buat Rivaldi Aditia Wardana, anak saya, Pak. Anak saya tidak bersalah, tolong dibantu, Pak.”
Cerita semacam ini di kasus itu bisa terus bertambah. Ada delapan terpidana kasus ini. Cerita semacam itu bisa diungkap pemilik akun YouTube siapa pun. Terus saja tersebar.
Maka, penyelidikan oleh Mabes Polri sekarang tentu mengarah ke hal positif. Pengacara Hotman Paris maupun mantan Kabareskrim Polri Komjen (purn) Susno Duadji yang aktif memantau perkembangan kasus ini sudah menyatakan mendukung penyidikan ulang. Semoga kebenaran kasus ini terungkap. (*)