Politik dinasti. Kalimat ini selalu muncul setiap kali pemilihan umum (Pemilu) berlangsung. Biasanya, muncul dari orang-orang yang tidak menginginkan adanya dinasti keluarga di daerahnya. Atau bahkan mereka yang berseberangan dengan calon tertentu yang maju dalam kontestasi pemilihan kepala daerah.
--
Praktik politik dinasti ini pasti ada di setiap daerah. Salah satunya di Jawa Timur. Hampir semua daerah di Bumi Mojopahit terjadi praktik politik dinasti ini. Biasanya akan sangat nampak jelas ketika berada di kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Lantas, apa sih dampak dari politik dinasti ini? Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga (Unair) Ali Sahab mengatakan, politik dinasti cenderung dilakukan bagi orang yang haus kekuasaan. Takut kehilangan kekuasaan yang saat itu dipegang. Karena itu, orang itu akan berusaha semaksimal mungkin untuk menaikkan keluarganya.
“Di usia muda memang bagus ketika ikut dalam kontestasi politik. Apalagi kepala daerah. Tetapi, pasti itu hanya bisa dilakukan oleh anak pejabat. Orang tuanya pasti akan ikut campur dalam kepemimpinan anaknya. Atau bisa saja istrinya. Mereka hanya sebagai pion saja,” katanya, Selasa 13 Agustus 2024.
BACA JUGA:Dinamika Politik Jawa Timur Jelang Pilkada 2024 (1): Tren Calon Petahana Mendominasi Bursa
BACA JUGA:Dinamika Politik Jawa Timur Jelang Pilkada 2024 (2): Dampak Koalisi KIM Plus, Rawan Bumbung Kosong
Sehingga, ia menyimpulkan bahwa, politik dinasti sebenarnya terjadi bukan untuk kepentingan masyarakat. Lebih pada kepentingan keluarga. Atau malah hanya kepentingan pribadi saja. “Orang tua atau pendahulunya pasti akan ikut campur dalam kepemimpinan itu,” ucapnya.
Bupati Banyuwangin Ipuk Festiandani saat menyerahkan Sertifikat Tanah Elektronik kepada warga Desa Bayu, Songgon, Banyuwangi, 18 Mei 2024.-IG Ipukfdani-
Walau sebenarnya, ia menegaskan siapapun masyarakat Indonesia memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih. Tetapi, ketika konflik kepentingan itu tidak bisa dihilangkan yang pada akhirnya akan berdampak masyarakat luas, akan menjadi bahaya.
Ia pun menilai, selama politik dinasti itu terjadi, tidak pernah ada dampak signifikan untuk daerah. Ia pun mencontohkan daerah yang kaya sumber daya alam di Kalimantan Timur: Kabupaten Kutai Kartanegara. Menurutnya, tidak ada pembangunan signifikan saat era Syaukani Hasan Rais dan era anaknya Rita Widyasari.
Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono saat membubuhkan tanda tangan ke BIB peserta Ngawiti Mlayu di hari jadi Ngawi yang ke 666.-IG masonyanwar -
“Di Kukar tidak ada pembangunan yang lebih baik. Tidak ada dampak positif. Hanya ada oligarki saja. Kepentingan keluarga. Walau di sisi lain, Rita di sana disenangi masyarakat karena dinilai baik. Tetapi baik secara pribadi bukan untuk masyarakat umum. Kalau untuk masyarakat umum dibuktikan dengan pembangunan,” terangnya.
Sementara itu, Ahli Hukum Tata Negara Hufron mengatakan, politik dinasti itu tidak membuka peluang yang sama agar setiap orang bisa mencapai kedudukan yang sama. Karena, orang yang memiliki potensi dan prestasi yang luar biasa, akan kalah dengan orang yang mempunyai akses. Apalagi yang saat ini sedang berkuasa.
grafis by Arya--