Hakim dan Kebenaran Materiil: Mengulik Keadilan Korban pada Kasus Ronald Tannur

Jumat 16-08-2024,09:00 WIB
Reporter : Peter Jeremiah Setiawan, SH, M
Editor : Noor Arief Prasetyo

PUBLIK dihebohkan putusan Terdakwa Ronald Tannur atas kematian Dini Sera Afrianti. Kasus berawal dari cekcok seorang perempuan dengan salah satu anak anggota DPR RI (Edwar Tannur). Cekcok terjadi setelah keduanya berkaraoke dan minum minuman keras di salah satu tempat hiburan di Surabaya. 

Ronald Tannur dan Dini Sera Afrianti disebutkan merupakan sepasang kekasih. Cekcok tersebut kemudian berujung pada kematian Dini Sera Afrianti dengan ditemukannya berbagai luka pada tubuh Dini Sera Afrianti. 

Pemeriksaan forensik pun dilakukan. Dilanjutkan penyidikan di kepolisian hingga Ronald Tannur ditetapkan Tersangka. Pemeriksaan berlanjut pada sidang Perkara Pidana Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby di Pengadilan Negeri Surabaya. 

Rangkaian sidang berakhir pada 24 Juli 2024 dengan vonis Terdakwa Ronald Tannur bebas dari segala dakwaan. Baik dakwaan tindak pidana pembunuhan (Pasal 338 KUHP), penganiayaan yang mengakibatkan mati (Pasal 351 ayat (3) KUHP), kelalaian yang menyebabkan mati (Pasal 359 KUHP), dan penganiayaan biasa (Pasal 351 ayat (1) KUHP. Vonnis bebas ini tentu memunculkan debat panjang dan pertentangan. Masyarakat tidak terima atas vonis tersebut. Banyak yang dipertanyakan pada pemeriksaan perkara yang dipimpin oleh Hakim Erintuah Damanik, S.H., M.H tersebut. 

BACA JUGA:Putusan Bebas Ronald Tannur, Bawas Periksa Dimas di Surabaya

BACA JUGA:Peradi Ajukan Amicus Curiae Pada Putusan Ronald Tannur

Salinan putusan perkara tersebut telah ada dan dapat dibaca umum. Masyarakat dapat mengetahui apa pertimbangan Hakim dalam perkara tersebut. Ada pertanyaan mengganjal yang perlu dialamatkan pada pemeriksaan perkara ini, yakni marwah tentang kebenaran materiil sebagai tujuan pemeriksaan perkara pidana.

Hakim dan Kebenaran Materiil

Hukum acara pidana yang diterapkan dalam setiap pemeriksaan perkara pidana memiliki tujuan untuk mendapatkan kebenaran materiil (substantial truth/materiele waarheid). Kebenaran digali oleh aparat penegak hukum mulai dari penyidik, penuntut umum, termasuk majelis hakim dalam setiap pemeriksaan perkara pidana.  

Pedoman pelaksanaan KUHAP 1982 menentukan: Tujuan dan hukum acara pidana adalah untuk mencari kebenaran dan  mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil,  ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana  dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tetap dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat  didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya  meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah  orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.

BACA JUGA:KY Panggil PH Dini, Peradi Ajukan Amicus Curiae Kasus Ronald Tannur

BACA JUGA:Kejagung Minta Imigrasi Cekal Ronald Tannur Agar Tak Kabur ke Luar Negeri

Kebenaran ini didasararkan alat-alat bukti sah sesuai Pasal 184 KUHAP, mulai dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan Terdakwa. Selanjutnya, kebenaran berdasarkan alat bukti tersebut seharusnya menunjukkan bahwa tindak pidana benar terjadi (peristiwa objektif)  dan terdakwa benar bersalah melakukan tindak pidana tersebut (peristiwa subjektif).

Berdasarkan pedoman KUHAP tentang kebenaran materiil tersebut, hakim tidak hanya diminta mencari dan mempertimbangkan kebenaran yang selengkap-lengkapnya, tetapi juga melakukan penerapan hukum yang jujur dan tepat. Kebenaran yang mencerminkan satu pengungkapan fakta yang tidak hanya sungguh-sungguh terjadi, tetapi juga dapat dilakukan penerapan hukum yang sesuai (tepat) dan berkepastian serta tentu sesuai dengan hati nurani. 

Sekalipun sistem pembuktian dalam peradilan pidana umum menentukan bahwa Penuntut Umum yang memiliki kewajiban beban pembuktian (necessitas probandi incumbit ei qui agit), namun ini tidak berarti hakim bersifat apatis terhadap suatu perkara. 

Kategori :