HARIAN DISWAY - BMKG telah mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap potensi terjadinya gempa besar Megathrust yang bisa mengguncang wilayah Indonesia.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, ada ancaman dari dua Megathrust di Indonesia yang sudah lama tak 'pecah'. Itu berawal dari kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai saat ini sama persis yang dirasakan dan dialami oleh ilmuwan Indonesia.
“Khususnya terhadap Seismic Gap Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Siberut (M8,9),” kata Daryono dalam keterangan tertulis, Minggu 11 Agustus 2024 lalu.
BACA JUGA: Gempa Megathrust Ancam Wilayah Indonesia, Pakar Geologi ITS Beri Saran Ini
BACA JUGA:Otoritas Jepang Cabut Peringatan Gempa Dahsyat
Seismic gap merupakan zona sumber gempa potensial. Tetapi, belum mengalami gempa besar dalam masa puluhan hingga ratusan tahun terakhir. Maka, imbuhnya, rilis gempa di kedua segmen Megathrust ini tinggal menunggu waktu.
Menurut Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017, segmen Megathrust Mentawai-Siberut dan Megathrust Selat Sunda terakhir kali menyebabkan gempa pada kurun waktu lebih dari ratusan tahun lalu (lihat grafis).
Pakar Geologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Amien Widodo menjelaskan, Megathrust adalah gempa yang dihasilkan oleh tumbukan antara lempeng-lempeng bumi pada kedalaman 0-70 kilometer.
“Gempa Megathrust terjadi karena hambatan antar bidang lempeng, sementara lempeng-lempeng ini terus bergerak,” jelasnya saat dihubungi, kemarin.
Anda sudah tahu, Indonesia berada di persimpangan tiga lempeng tektonik besar: Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Samudra Hindia. Pergerakan konstan dari lempeng-lempeng itu telah berlangsung selama jutaan tahun, dengan kecepatan antara dua hingga sepuluh sentimeter per tahun.
Akumulasi energi akibat pergerakan itu kemudian memicu gempa bumi besar. “Tumbukan antara Lempeng Samudera Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia berpotensi besar memicu gempa Megathrust,” ungkap dosen Departemen Teknik Geofisika dan Peneliti Senior di Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim ITS itu.
Menurut Amien, daerah-daerah seperti pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, Maluku Utara, Sulawesi, dan Papua sangat rentan terhadap gempa ini.
Pergerakan lempeng tektonik yang berkelanjutan memastikan bahwa gempa Megathrust akan terus berulang di wilayah-wilayah tersebut.
Namun, kata Amien, kendati Megathrust dapat memicu gempa berkekuatan besar, sebagian besar gempa yang terjadi di zona ini berskala kecil. Bahkan, waktunya tidak bisa diprediksi. “Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu panik,” ujarnya, menenangkan.
Sebagai langkah mitigasi, Amien menyarankan agar masyarakat mematuhi standar bangunan saat mendirikan rumah, terutama di wilayah pesisir yang rawan gempa dan tsunami. Langkah tersebut penting untuk mengurangi risiko gempa besar yang berpotensi memicu tsunami.