Hasil visum, Aulia mati lemas akibat suntikan Roculax (bius untuk keperluan anestesi, biasanya disuntikkan melalui infus pasien). Tidak ada tanda bekas kekerasan, kecuali setitik bekas suntikan di lengan. Padahal, Aulia dokter, pastinya paham obat dan dosisnya.
Konstruksi perkara demikian: Aulia adalah dokter umum, ASN (aparatur sipil negara) di RSUD Kardinah, Tegal, Jateng. Dia belum menikah. Keluarga Aulia tinggal di Tegal.
Plt Direktur RSUD Kardinah Kota Tegal dr Lenny Harlina Herdha Santi kepada wartawan Kamis, 15 Agustus 2024, membenarkan bahwa Aulia dokter di sana.
Lenny: ”Almarhumah dokter Aulia bergabung di RSUD Kardinah sejak 2019. Anaknya santun, rajin, berprestasi, dan baik. Dia sekolah lagi karena mendapatkan penugasan beasiswa sekolah dokter spesialis anestesi. Sudah dijalani sekitar dua tahun ini.”
Beasiswa itu untuk meraih gelar dokter spesialis anestesi. Namanya Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Anestesi di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang. Peserta PPDS otomatis tinggal di Semarang. Aulia indekos di lokasi itu (Lempongsari).
Berdasar peraturan, jika program beasiswa sudah dijalani, penerima beasiswa wajib menjalani studi sampai selesai plus kewajiban lainnya di tempat dia bekerja setelah lulus kelak. Jika penerima beasiswa berhenti kuliah di tengah jalan, konsekuensinya harus mengganti seluruh biaya yang sudah dikeluarkan negara.
Nah, polisi menduga Aulia stres berat. Ada indikasi dia di-bully senior di PPDS itu. Dugaan polisi tersebut dikuatkan keputusan Kemenkes yang menghentikan PPDS itu beberapa hari setelah kematian Aulia. Kemenkes mengumumkan, PPDS dihentikan sampai polisi selesai menyelidiki penyebab kematian Aulia. Polisi menyelidiki, Kemenkes juga menyelidiki kemungkinan bullying.
Dasar dugaan polisi cukup kuat. Hasil penyelidikan sementara, diketahui bahwa Aulia menelepon keluarga di Tegal. Dalam telepon, Aulia mengeluh beratnya menjalani PPDS. Aulia ingin berhenti dari PPDS. Namun, dia harus membayar biaya besar karena pendidikan sudah dia jalani dua tahun.
Polisi menyita buku harian Aulia di TKP tempat kos Aulia. Isi buku harian yang ditulis menjelang kematian menguatkan dugaan Aulia menerima bullying. Setidaknya, dia tertekan psikologis sangat berat.
Isi tulisan itu cukup panjang. Ditulis mirip puisi prosais. Bentuk baris-baris kalimat. Seluruh rangkaian tulisan itu menandakan Aulia sangat tertekan psikologis. Pada bagian akhir tulisannyi, begini:
Apa aku dilahirkan hanya untuk mengakhiri?
Seni kehidupan mana yang kulihat dahulu sehingga aku setuju untuk memilih dilahirkan?
Aku tidak serta merta menyerah tanpa berusaha.
Aku sudah menanggung banyak.
Aku manusia biasa.
Aku merasakan sakit yang luar biasa malam ini.