Hedonisme Mahasiswa Penerima Beasiswa KIP: Hidup Mewah X Mental Lemah

Selasa 27-08-2024,15:52 WIB
Oleh: *Wahyu EP & Azibur Rahman

Salah sasaran dalam menentukan penerima KIP diindikasikan karena tahapan seleksi dan screening program ini belum dilakukan secara tepat. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2020 tentang Program Indonesia Pintar ditegaskan bahwa KIP adalah bantuan biaya perkuliahan kepada anak-anak yang memiliki kendala ekonomi. 

Syarat utamanya adalah mereka berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin yang dibuktikan dengan adanya Surat Keterangan Tidak Mampu. Namun banyaknya kasus salah sasaran penerima KIP dikarenakan seleksi yang tidak transparan dan tidak akuntabel. 

BACA JUGA:Jadwal dan Link Pendaftaran Beasiswa GrabScholar 2024: Buruan Daftar, Ditutup 30 Juni!

BACA JUGA:Dorong Sektor Semikonduktor Tanah Air, Dibuka Beasiswa Bagi Pelajar Indonesia untuk Chip Academy di Jerman

Proses seleksi yang dilakukan secara internal oleh pihak universitas/ kampus bersifat tertutup. Peserta yang mendaftar hanya dapat menunggu hasil akhir, tanpa mengetahui proses seleksinya. Cara ini tentu saja membuka peluang adanya praktik ‘titipan’ yang dilakukan oleh oknum tertentu. 

Tidak ada pula proses validasi untuk membuktikan apakan penerima benar-benar berasal dari keluarga miskin atau hanya sekedar bermental ‘miskin’.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penerima KIP yang justru menunjukkan perilaku bertentangan dengan harapan Pemerintah. 

Perilaku hedon tersebut berhubungan langsung dengan kepribadian yang ditampakkan oleh mahasiswa penerima KIP di beberapa tahun terakhir ini, dimana kehidupan yang ditampilkan adalah gaya hidup yang mewah, effort dalam bidang prestasi akademik maupun non-akademik masih kurang, kemudian sebagian besar dari mereka cenderung bersikap acuh terhadap problematika yang ada di masyarakat, serta kebiasaan literasi yang masih rendah. 

Pada diri mahasiswa penerima KIP, fenomena hedonisme mengacu pada adopsi gaya hidup yang cenderung berorientasi pada konsumsi material dan pengalaman instan.

Mahasiswa penerima KIP yang mayoritas adalah individu gen Z seringkali terlihat memiliki berbagai barang mewah, seperti gadget terbaru, pakaian branded, atau menghabiskan uang untuk hiburan dan aktivitas non-esensial lainnya.

Upaya Mitigasi

Adanya program KIP diharapkan mampu menjadikan akses pendidikan lebih merata bagi siswa yang memiliki latar belakang ekonomi kurang mampu atau rentan miskin namun berprestasi di seluruh Indonesia. Beasiswa KIP-Kuliah ini sangat dirasa cukup sebagai penunjang masalah pendidikan bagi calon mahasiswa yang notabene kekurangan dalam hal ekonomi. 

Di sisi lain, pemanfaatan beasiswa ini dapat mendukung pengembangan soft skill bagi mahasiswa. Pada kenyataannya, awal mula persoalan salah sasaran KIP berasal dari berbagai sumber.

RT dan RW yang memalsukan dokumen SKTM, verifikasi kampus yang tidak transparan dan akuntabel, serta kurang responsifnya Pemerintah dalam menangani permasalahan ini seharusnya menjadi acuan penting dalam membenahi regulasi KIP-K. 

Dalam seleksi KIP-K, seharusnya dilakukan secara lebih transparan terutama terkait kuota penerima, cara mendaftar, hingga proses verifikasi. Dengan begitu, masyarakat dapat ikut memantau kemungkinan terjadinya KIP-K salah sasaran. 

Pemerintah juga harus melakukan evaluasi terhadap regulasi dan proses verifikasi penerima KIP karena kelonggaran regulasi dan proses verifikasi yang tidak transparan menjadi ruang bagi mahasiswa yang miskin mental untuk melakukan rekayasa dokumen.

Kategori :