Teroris Ditangkap sebelum Paus Fransiskus Tiba

Rabu 04-09-2024,10:34 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

BACA JUGA: Menko PMK: Kunjungan Paus Fransiskus, Sebuah Kehormatan bagi Indonesia

Dilanjut: ”Penegakan hukum pemberantasan teroris dibantu Densus 88 Polri dan TNI. Kami mengapresiasi kedua lembaga itu serta dukungan seluruh elemen masyarakat Indonesia dalam menghalau ancaman terorisme.”

Kini Indonesia sudah bebas dari serangan teroris. Bandingkan dengan di Pakistan, Filipina, Malaysia, Nigeria, Kamerun, Somalia, Yaman, hingga Rusia yang justru diserang teroris.

Rycko: ”Posisi Indonesia di Global Terrorism Index (GTI) juga terus membaik. Sekarang Indonesia berada di posisi ke-31 negara dengan ancaman teror tertinggi di dunia. Sebelumnya, Indonesia menempati posisi ke-24 pada 2022 dan 2023.”

Dilanjut: ”Dalam teori gunung es, kondisi ini merupakan fenomena yang muncul di atas permukaan. Sementara itu, di bawah permukaan terjadi peningkatan konsolidasi sel-sel teror.”

Bersamaan dengan penurunan serangan teroris, anggaran BNPT ikut berkurang. 

Rycko: ”Seiring dengan perkembangan fungsi tugas yang luas sesuai dengan amanat UU, anggaran BNPT menurun setiap tahun. Pada tahun 2023 hanya sebesar Rp 430 miliar.”

Tapi, tentu aparatur BNPT harus tetap semangat melaksanakan tugas mulia negara, menyelamatkan masyarakat dari tindakan terorisme. 

BNPT bertugas, antara lain, melaksanakan program deradikalisasi. Maksudnya, tindakan teroris bersumber dari paham radikalisme. Paham itulah yang terus diberantas BNPT. Sebab, banyak residivis teroris. Sudah dihukum penjara, setelah keluar jadi teroris lagi. 

Maka, proses deradikalisasi dilakukan terhadap narapidana teroris ketika mereka dipenjara. Sebagian berhasil, sebagian gagal. Indikasi berhasil adalah saat narapidana atau mantan narapidana teroris menyatakan ikrar setia pada dasar negara Indonesia, Pancasila.

Sementara itu, sebagai fenomena gunung es, di saat yang sama dan dilakukan secara tersembunyi, para provokator mencetak kader-kader baru calon pelaku bom bunuh diri. Dengan aneka cara yang sudah banyak dipublikasi.

Tapi, upaya radikalisasi para provokator itu kini sudah sangat lemah. Terutama setelah banyak warga Indonesia yang berangkat ke Suriah bergabung dengan ISIS, kemudian di sana mereka sadar bahwa mereka dijadikan alat politik para petinggi ISIS. 

Sebelum berangkat ke Suriah, mereka membayangkan bahwa ISIS memperjuangkan ajaran agama, ternyata bukan. Terbukti, mereka kemudian berbondong kabur dari ISIS, minta masuk Indonesia lagi. Ternyata diterima pemerintah Indonesia. Mereka itulah justru pembelajar terbaik radikalisme, dari pusatnya radikalisme.

Terorisme sudah kurang laku di Indonesia sekarang. Sudah redup. Orang menjadi teroris sekarang sudah tidak merasa segagah dulu lagi. Tidak merasa gagah. Sebab, mereka kini justru dikutuk masyarakat. 

Keberpihakan hati masyarakat (secara diam-diam) terhadap teroris sekarang sudah tidak semesra seperti saat bom Bali meledak dulu. Sebab, korban teroris adalah keluarga, kerabat, tetangga, teman, temannya teman kita semua. Teroris sudah barang antik. (*)

 

Kategori :