Tahun 2025, Menuju Ekonomi Agresif Penuh Gebrakan

Sabtu 07-09-2024,21:44 WIB
Oleh: Sukarijanto*

Sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045, arah kebijakan pembangunan pemerintah berorientasi kepada transformasi ekonomi menuju penguatan postur struktur fundamental yang menjadi sasaran utama tanpa mengabaikan kondisi tantangan kekinian. 

Yakni, mengejar PDB sebesar USD 9,8 triliun, menempati posisi sebagai satu dari lima besar negara dengan PDB terbesar di dunia, gross national income per kapita sebesar USD 30.300, porsi penduduk middle income sebanyak 80 persen, kontribusi industri manufaktur pada PDB mencapai 28 persen, serta penyerapan tenaga kerja sebesar 25,2 persen.

Jika mengamati perkembangan kinerja selama kurun 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi bisa dikatakan mengalami stagnasi. Pada 2014, pertumbuhan ekonomi tercapai 5,02 persen, padahal kinerja ekonomi pada triwulan II-2024 juga pada tingkat 5,05 persen. 

Artinya, peningkatan pertumbuhan di angka 0,03 persen tidaklah signifikan memicu kinerja yang menggembirakan. Tekanan lain yang membuat kinerja makin berat adalah menghadapi risiko eksternal. Sebab, pemerintah pada 2025 memiliki utang jatuh tempo yang mencapai Rp 800,33 triliun, terdiri atas jatuh tempo surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 705,5 triliun dan pinjaman Rp 94,83 triliun. 

Meski demikian, masih terdapat ruang bagi pemerintah untuk melakukan gebrakan. Caranya, mengintensifkan motor penggerak utama perekonomian, yaitu sektor investasi dan ekspor, terutama sektor nonmigas, serta program hilirisasi. 

Di sektor investasi, dengan kekuatan dan sumber daya yang dimiliki, sektor swasta mampu memberikan kontribusi besar dalam menciptakan lapangan kerja yang berkualitas dan mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi. 

Pada porsi ekspor nonmigas, perlu dipertahankan kinerja sektor andalan itu. Kontribusi industri pengolahan nonmigas pada 2023 diproyeksi sebesar 16,91 persen dan target pada 2024 mencapai 17,90 persen. Sedangkan nilai ekspor industri pengolahan nonmigas diperkirakan pada 2023 berada di angka USD 186,40 miliar dan pada 2024 ditargetkan mencapai USD 193,4 miliar. 

Sementara itu, nilai investasi industri pengolahan nonmigas diperkirakan mencapai Rp 571,47 triliun pada 2023 dan target pada 2024 akan mencapai Rp 630,57 triliun. Sedangkan penyerapan tenaga kerja industri pengolahan nonmigas akan mencapai 20,33 juta orang pada 2024. 

Guna mencapai target-target tersebut, pemerintah perlu menggulirkan beberapa program prioritas. Misalnya, program restrukturisasi mesin dan/atau peralatan kepada industri pengolahan kayu, makanan dan minuman, tekstil, serta kepada para pelaku industri kecil menengah. 

Selain itu, melanjutkan hilirisasi sumber daya alam di tiga sektor, yakni industri berbasis agro, industri berbasis bahan tambang dan mineral, serta industri berbasis migas dan batu bara. 

Hilirisasi, selain mendorong peningkatan nilai tambah produk, juga memacu penguatan sektor industri manufaktur. Efek ekonomi berganda yang ditimbulkan dari kebijakan hilirisasi, pertama, pembentukan industri hilir akan menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi sehingga mendukung ekspor dan mendorong Indonesia lebih terhubung dengan rantai pasok global. 

Kedua, penciptaan industri hilir akan mengurangi ketergantungan impor produk manufaktur yang bernilai tambah lebih tinggi. 

Ketiga, pengembangan industri dengan nilai tambah yang lebih tinggi akan membentuk keterkaitan dalam negeri dengan industri pendukung sehingga mencapai pertumbuhan yang lebih inklusif.

Mengamati tantangan ekonomi tahun-tahun mendatang yang kian terjal, pemerintah perlu meningkatkan sinergisitas bergandengan tangan dengan sektor swasta untuk melakukan gebrakan yang agresif tetapi terkendali sehingga diharapkan mampu mencapai target pertumbuhan ekonomi dengan berkeadilan. (*)


*) Sukarijanto adalah direktur di Institute of Global Research for Entrepreneurship & Leadership dan kandidat doktor di program S-3 PSDM Universitas Airlangga-Dok Pribadi-

 

Kategori :