Aviliani, ekonom perempuan yang menjadi peneliti Indef dan komisaris utama Allo Bank, misalnya. Dia mengingatkan Bahlil bahwa negeri ini tidak sedang baik-baik saja. Karena itu, dia minta agar Bahlil menggunakan ”kekuasaannya” untuk membenahinya.
Yang pasti, hari itu yang hadir juga para tokoh politik lintas partai. Ada Viva Yoga yang menjadi salah seorang petinggi PAN. Juga, ada tokoh Partai Demokrat. Dari Golkar, ada Taufik Hidayat yang mantan ketua umum PB HMI.
Saya menjadi teringat Gus Mus yang belum lama ini membandingkan NU dan HMI. Menurut kiai seniman tersebut, HMI itu tersebar di mana saja dan tokohnya tetap saling bersapa. Sementara itu, di NU yang di tempat lain enggan, bahkan takut, saling mendukung.
Yang sama barangkali dalam pandangan tentang ke-Islam-an. NU maupun HMI merupakan organisasi Islam moderat. Tentu saja, keduanya tak bisa diabaikan tentang komitmen kebangsaannya. Komitmen yang sudah nyata dan teruji selama ini.
Bahlil bisa saja disamakan dengan tokoh politik lain yang melejit belakangan ini. Namun, sejarah pencapaian dan basisnya yang berbeda. Kalaupun ada badai, bisa saja ia tidak gampang tumbang seperti lainnya.
Wallahu a’lam. (*)