BACA JUGA: Draf Susunan Kabinet Prabowo-Gibran Beredar di Medsos, Begini Tanggapan Gerindra
Tujuannya, tidak sampai gawang jebol dan kena sapu badai dahsyat seperti gempa politik menjelang pilpres.
Mereka berasal dari kalangan civil society, termasuk insan kampus, khususnya mahasiswa sebagai bagian dari kekuatan penyangga demokrasi.
Walhasil, perjuangan tersebut berhasil menaklukkan gempa politik susulan menjelang pilkada sehingga skor menjadi 0-1. Pertanyaan selanjutnya, apakah akan ada tanda-tanda terjadi gempa politik susulan lagi?
Dinamika perpolitikan di Indonesia sangat cepat dan sewaktu-waktu bisa berubah dan terjadi gempa politik susulan lagi, bergantung pada situasi dan kondisi, yang penting disiapkan adalah kekuatan penyangga demokrasi dari kalangan civil society yang berintegritas untuk mengantisipasi apabila terjadi gempa politik susulan.
BACA JUGA: Meneroka Kebijakan Luar Negeri Prabowo (1): Strategi dan Arah Kebijakan
BACA JUGA: Meneroka Kebijakan Luar Negeri Prabowo (2-Habis): Implikasi dan Tantangan
Sebagai contoh dinamika politik yang sangat cepat dalam hitungan hari, minggu, dan bulan berubah, partai koalisi yang bermitra dengan kekuasaan menjelang Pilpres 2024, saat ini secara berangsur-angsur sebagian mulai bergeser arah dan sandaran politiknya pada pemerintahan yang akan melanjutkan berikutnya.
SIGNIFIKANSI CIVIL SOCIETY
Saat Orde Baru (Orba), kekuatan civil society menjadi kekuatan yang sangat diperhitungkan pemerintah, khususnya forum demokrasi (Fordem) yang di dalamnya bergabung para intelektual yang diketuai Gus Dur.
Fordem menjadi penyeimbang pemerintahan Presiden Soeharto saat itu. Kritik-kritik dari Fordem memberikan amunisi bermakna bagi pemerintahan Orba saat itu.
Pemikiran dan gerakan Fordem saat itu sangat menonjol. Di antaranya, mengenai nilai-nilai demokrasi seperti anti-sektarian, menyuarakan kebebasan pers, penegakan hak asasi manusia (HAM), dan penegakan hukum. Kini, era reformasi, khususnya dalam 10 tahun terakhir, tampaknya civil society tidak memiliki kekuatan dan taring yang tajam kepada pemerintah melalui kritik-kritik konstruktif.
Justru yang terjadi sebaliknya, sebagian besar kelompok civil society menjadi ”makmum” dan terhegemoni, kecuali kekuatan civil society yang masih orisinal dalam menyampaikan aspirasi masyarakat.
Mereka tetap menjadi penyeimbang dan berjuang, bahkan menjadi kekuatan penyangga demokrasi dan menjadi benteng kekuatan apabila terjadi gempa politik.
Suatu bangsa dan negara menjadi kuat, besar, dan maju bergantung pada kekuatan, kebersamaan, dan kebijaksanaan penyangganya. Ibarat sebuah bangunan yang kokoh dan megah yang bergantung pada kekuatan fondasi dan penyangganya.
Fondasi bangsa dan negara Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945 dengan komitmen menegakkan NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.