Meneroka Kebijakan Luar Negeri Prabowo (2-Habis): Implikasi dan Tantangan
ILUSTRASI Implikasi dan tantangan kebijakan luar negeri Prabowo Subianto. Prabowo akan pilih Indo Pacific Economic Framework (IPEF) atau Belt and Road Initiative (BRI)-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
INDONESIA saat ini berada di ambang dua inisiatif kerja sama multilateral, antara inisiatif dari AS, yakni Indo Pacific Economic Framework (IPEF), dan Tiongkok yang meluncurkan Belt and Road Initiative (BRI).
Dalam lanskap geopolitik yang lebih luas, Indo-Pasifik merupakan lahan konfliktual yang cukup luas. Di Laut Tiongkok Timur dan Laut Tiongkok Selatan, negara-negara Asia Timur saling berebut klaim dengan Tiongkok berkaitan dengan ladang minyak lepas pantai yang tersebar di sekitar Senkaku/Diaoyu dan Kepulauan Spratly serta Paracel.
Belum lagi sengketa-sengketa perbatasan maritim yang belum terselesaikan, termasuk terhadap Indonesia yang memosisikan sebagai non-claimant state.
BACA JUGA: Meneroka Kebijakan Luar Negeri Prabowo (1): Strategi dan Arah Kebijakan
SENTRALITAS PERAN PRABOWO
Kedekatan Indonesia dengan AS dapat dimanfaatkan sebagaimana beberapa waktu yang lalu Presiden Joe Biden menelepon Prabowo sebagai presiden terpilih RI. Belum lagi Presiden Tiongkok Xi Jinping yang mengundangnya secara khusus sebagai presiden terpilih dengan ditempatkan duduk sejajar pada saat kunjungan kenegaraan di Beijing.
Presiden Joko Widodo sendiri yang mengeklaim telah menugaskannya untuk meneruskan estafet komunikasi aktif Indonesia dengan negara-negara mitra terdekatnya di kawasan Indo-Pasifik untuk mengonstruksi kawasan yang lebih kondusif dan inklusif.
Peran Prabowo dalam penentuan kebijakan luar negeri Indonesia akan berimplikasi pada perumusan strategi pendekatan Nusantara dengan mitra-mitra strategis Indonesia ke depan.
BACA JUGA: Kebijakan Luar Negeri Capres (1): Ganjar Bakal Andalkan Kekuatan Diplomat
Terutama dalam menavigasi posisi Indonesia di tengah-tengah panasnya geliat konflik yang ada di lintas kawasan seperti perang Rusia-Ukraina di Eropa yang tak kunjung usai, konflik Iran-Israel di kawasan Timur Tengah, dan panas-dingin relasi antara Tiongkok dan Taiwan di Laut Tiongkok Timur maupun Tiongkok yang kerap bersengketa di Laut Tiongkok Selatan.
Di samping itu, Indonesia tetap memanfaatkan hubungan baik dengan Tiongkok untuk terus mendukung pembangunan infrastruktur Indonesia, khususnya di Jawa, dengan dibangunnya kereta cepat Jakarta–Bandung yang akan diperpanjang sampai Kota Surabaya. Juga, proyek-proyek strategis pertambangan komoditas seperti nikel yang menjadi inti dari industri baterai pada wacana energi baru dan terbarukan.
Pada Jepang, Indonesia tetap membutuhkan dukungan berupa pembangunan infrastruktur energi seperti bendungan dan waduk, transportasi berupa moda raya transportasi (MRT), dan kawasan-kawasan industri baru.
BACA JUGA: Arah Kebijakan Luar Negeri Capres (2): Anies Pilih Diplomasi Budaya
Belum lagi negara-negara mitra utama di kawasan Indo-Pasifik seperti India dan Australia yang memiliki peran penting dalam wacana naiknya status Indonesia sebagai negara maju.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: