Kasus Kekerasan di Pesantren Meningkat, JPPRA Sarankan Pendidikan Berbasis Kasih Sayang dan Dialog

Senin 07-10-2024,00:02 WIB
Reporter : Neha Hasna Maknuna*
Editor : Heti Palestina Yunani

BACA JUGA: Kekerasan Anak di Jatim 100 Kasus per Bulan

Menurutnya, pendidikan ber­basis kasih sayang dan dia­log, menjadi prioritas utama dalam membentuk generasi yang berakhlak mulia dan berkualitas. Kyai Yoyon mengajak seluruh pesantren Indonesia berkomitmen menciptakan lingkungan ramah anak.

“Kami berharap, ini menjadi momentum untuk memper­baiki sistem pendidikan di pesantren, serta menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif bagi para santri,” pungkasnya.

Peneliti sosiologi pendidikan di Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Anggi Afriansyah ikut mengomentari metode hukuman fisik tidak sesuai dengan kebutuhan belajar mengajar. 

BACA JUGA: Korban Kekerasan di Daycare Depok Didampingi Kementerian PPPA 

“Hukuman fisik tidak mendidik, dan membuat siswa atau santri belajar dari hukumannya. Esensi hukuman bagi pelajar, memberi penyadaran kepada mereka, tindakan yang mereka lakukan di luar jalur pendidi­kan,” terangnya.

Anggi menegaskan, hukuman harus memiliki unsur mendidik yang membuat anak menyadari ada hal bermanfaat yang bisa mereka kenal. Seperti, diminta bersih-bersih lingkungan, membantu masyarakat, atau lainnya. 

“Pendidikan merupakan komitmen antara pendidik den­gan yang peserta didik. Sebab itu, perlu ada aturan yang disepakati oleh kedua belah pihak, untuk menghormati proses pendidikan,” imbuhnya.

BACA JUGA: Hari Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Konflik 19 Juni: Sejarah dan Tujuan Peringatannya

Lebih lanjut, jelas dia, jika peserta melakukan kesalahan melewati batas kesepatan, seperti perilaku kekerasan, perundungan, tawuran, kekerasan seksual, dan sebagainya, maka hukuman yang diberikan harus melibatkan orang tua. (*)

*) Mahasiswa Magang Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Satu Tulungagung di Harian Disway

Kategori :