Serangan ini memicu kekhawatiran di wilayah utara Lebanon dan mendorong seruan dari PBB untuk dilakukan penyelidikan independen.
Jeremy Laurence, juru bicara hak asasi manusia PBB, menyatakan keprihatinannya mengenai pelanggaran hukum perang, terutama terkait prinsip-prinsip pembedaan dan proporsionalitas.
Sejak bentrokan lintas perbatasan antara Israel dan Hizbullah meningkat pada 23 September, serangan-serangan udara Israel kian intensif.
Pemboman tersebut menargetkan benteng Hizbullah di wilayah timur, selatan, dan pinggiran Beirut, yang menyebabkan banyak pengungsi melarikan diri ke desa-desa pegunungan, termasuk desa Kristen seperti Aito.
Sarkis Alwan, saudara Elie, menyatakan bahwa serangan ini menjadi pelajaran bagi mereka. "Kami adalah orang Kristen, agama kami mengajarkan toleransi.
BACA JUGA:Menlu RI Retno Marsudi Pamit ke DPR, Titip Konsistensi Perjuangkan Kemerdekaan Palestina
BACA JUGA:Palestina Dapat Kursi di Sidang Majelis Umum PBB, Israel Meradang
Tapi sekarang kami telah belajar. Kami tidak akan lagi menerima siapa pun di rumah kami," ujarnya, merujuk pada trauma akibat konflik yang diseret ke wilayah mereka.
Meskipun Sarkis tidak secara langsung menyebutkan Hizbullah, ia menyalahkan kelompok tersebut karena menyeret Lebanon ke dalam perang melawan Israel, yang didukung oleh Amerika Serikat.
Adele Khoury, seorang warga setempat, dengan tegas menyalahkan Hizbullah. "Mereka telah membawa kita ke dalam perang yang tidak bisa kita hindari lagi," katanya dengan getir di dekat alun-alun gereja desa.
*) Mahasiswi Politeknik Negeri Malang, Mahasiswi Program Magang Reguler di Harian Disway