Dari 10 desa yang didatangi, rata-rata keberadaan omah rembug juga tidak diberdayakan secara maksimal. “Baik itu papan nama, struktur organisasi, maupun buku pertemuan selalu ada yang tidak ada. Ada yang papan nama terpasang, tapi strukturnya tidak ada. Buku pertemuan juga tidak ada,” papar Hendry.
Terkait dengan pos kamling dan Satlinmas, Hendry juga memberikan catatan. Rata-rata pos kamling tidak lengkap sarana pendukungnya. Ada yang ketongannya tanpa alat pemukul, tidak ada jadwal jaga, tidak ada papan morse. “Apalagi alat pertahanan diri untuk mengantipasi gangguan kamtibmas. Ada yang pos kamlingnya seperti tidak terawat. Kotor berdebu,” jelas Hendry.
BACA JUGA:Anugerah Patriot Jawi Wetan II 2024: Tim 2 Sampai Sumenep, mulai Penjurian Lapangan
Pengamatan yang sama juga dikatakan Saswito. Selain pos kamling yang kelengkapannya tidak lengkap, Saswito juga melihat tidak ada rumah warga yang dilengkapi dengan kentongan. “Baik di desa maupun di kelurahan yang kami datangi. Tidak ada kentongan di setiap rumah,” papar Saswito.
Tapi Saswito memberikan apresiasi pada terobosan Desa Pendem, Kecamatan Junrejo, Kota Batu. Di desa ini ada panic button yang sudah canggih. “Warga tinggal memencet tombol di HP mereka dan sirine di balai desa akan berbunyi keras. Sangat keras hingga kami tim juri sempat kaget,” kata Saswito.
AKBP Saswito dan Probo Darono Yakti melihat kalender Jawa di Kampung Aksara, Kelurahan Gadang, Kecamatan Sukun, Kota Malang.-Vincentius Andito Dwijaya Bhakti-
Panic button seperti yang ada di Desa Pendem ini bisa dijadikan contoh untuk desa/kelurahan lain. “Dengan inovasi ini, penanganan gangguan keamanan bisa dilakukan secara cepat,” papar Saswito.
Catatan lain adalah satlinmas. Banyak di desa/kelurahan yang dijuri, keberadaannya kurang maksimal. “Ke depannya, satlinmas ini agar lebih dimaksimalkan. Itu sebagai bantuan sekaligus untuk pencegahan bila ada gangguan kamtibmas,” saran Saswito. (*)