Mengenal Nihon Hidankyo, Penyintas Bom Nuklir Hiroshima, Penerima Nobel Perdamaian

Sabtu 19-10-2024,15:03 WIB
Reporter : Doan Widhiandono
Editor : Noor Arief Prasetyo

BACA JUGA:Para Peraih Penghargaan Nobel 2022 (1): Denisova Membuat Svante Paabo Menang

Sisa-sisa bangunan yang terletak dekat pusat ledakan dan patung seorang gadis dengan tangan terentang menjadi pengingat menyayat hati hingga hari ini.

Nihon Hidankyo dibentuk pada 1956. Tujuan mereka adalah menyampaikan kisah para hibakusha alias para penyintas bom. Di balik itu, mereka ingin memperjuangkan dunia tanpa senjata nuklir.

Saat mengunjungi peringatan Hiroshima, Kiyoharu Bajo, 69, berharap hadiah Nobel tersebut akan membantu perjuangan Nihon Hidankyo. Agar bisa lebih menyebarkan pengalaman para penyintas bom atom ke seluruh dunia. 


PENYINTAS BOM ATOM yang tergabung dalam kelompok Nihon Hidankyo. Terumi Tanaka (dua dari kanan) mengungkapkan kegembiraan setelah kelompoknya menerima hadiah Nobel Perdamaian 2024.-YUICHI YAMAZAKI-AFP-

Saat ini, usia rata-rata anggota Nihon Hidankyo sudah berusia 85 tahun. Anggotanya tinggal sekitar 105 ribu orang. Artinya, penting bagi generasi muda untuk terus belajar tentang peristiwa kelam itu.

“Saya lahir 10 tahun setelah bom atom dijatuhkan. Jadi banyak penyintas bom atom di sekitar saya. Saya merasakan kejadian itu sebagai sesuatu yang dekat dengan saya,” kata Bajo, pensiunan konsultan bisnis itu. “Tapi, di masa depan, ada tantangan untuk mengabadikan cerita pengeboman itu,’’ tambahnya.

Anda sudah tahu, tiga hari setelah Hiroshima, pada 9 Agustus 1945, Amerika Serikat menjatuhkan bom nuklir kedua di kota Nagasaki. Korban tewas mencapai 74 ribu orang.

Pengeboman itu, satu-satunya penggunaan senjata nuklir dalam sejarah, menjadi pukulan terakhir bagi Jepang yang kekaisarannya menyerbu Asia dengan brutal. Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945.

Shigemitsu Tanaka, yang saat itu berusia empat tahun, selamat dari kejadian tersebut.

Kini di usia 83, Tanaka adalah salah satu ketua Nihon Hidankyo. Dalam konferensi pers di Tokyo, ia mengaku pernah putus asa. 

“Anggota awal kami berbagi pengalaman mereka di Jepang dan luar negeri meskipun menghadapi diskriminasi dan masalah kesehatan. Saya pikir pesan mereka meresap seperti hujan,” katanya

Tetapi, kabar kemenangan organisasinya tahun ini membuat girang. “Kami mendengar berita itu di dalam pesawat. Saya hampir menyerah karena berita tidak muncul. Tapi tiba-tiba muncul kata-kata 'Hidankyo menang' di layar, dan saya berteriak 'Ya!',” tuturnya.

Terumi Tanaka, 92 tahun, ketua lainnya, berada di rumahnya di lereng bukit saat bom menghantam Nagasaki. Saat itu, ia berusia 13 tahun. "Saya ingin menjadi tentara. Tapi kemudian saya mengalami bom atom. Lima anggota keluarga saya meninggal karenanya," katanya dalam acara yang sama.

“Saya melihat kebiadaban itu. Tubuh-tubuh tergeletak di mana-mana,” ujarnya.

Meski girang setelah menerima hadiah Nobel, Tanaka menyatakan bahwa ancaman perang nuklir masih sangat nyata meski sudah hampir 80 tahun berlalu. “Saya adalah korban, tetapi di masa depan kalian juga bisa menjadi korban,” katanya.

Kategori :