HARIAN DISWAY - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan beberapa gugatan terkait Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) yang diajukan oleh kelompok buruh pada Kamis, 31 Oktober 2024 lalu.
Gugatan itu disampaikan oleh sejumlah serikat buruh, seperti FSPMI, KSPSI, KPBI, KSPI, Partai Buruh, serta oleh dua buruh perorangan.
Para pemohon mengajukan 71 poin petitum yang terdiri dari tujuh klaster dalil, yakni dalil mengenai penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja alih daya (outsourcing), cuti, upah dan minimum upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), uang pesangon (UP), uang penggantian hak upah (UPH), dan uang penghargaan masa kerja (UPMK).
Dalam persidangan Ketua MK Suhartoyo mengabulkan pengujian konstitusional terhadap 21 norma dalam UU Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh.
BACA JUGA:Anggaran Terbatas, Menko AHY Ungkap Pembangunan IKN Akan Tetap Berlanjut Tapi dengan Penyesuaian
BACA JUGA:Retno Marsudi Jadi Duta Air Dunia, Ini 5 Isu Air Dunia Menurut Mantan Direktur WHO
Sementara itu, satu pasal yang dimohonkan tidak diterima dan permohonan lainnya ditolak karena dianggap tidak beralasan menurut hukum.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
Adapun, pokok permohonan yang dikabulkan MK tersebut berkenaan dengan norma Pasal 42 ayat (1) dan ayat (4) dalam Pasal 81 angka 4; Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12; Pasal 57 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 13; Pasal 64 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 18; Pasal 79 ayat (2) huruf b dan Pasal 79 ayat (5) dalam Pasal 81 angka 25; Pasal 88 ayat (1), Pasal 88 ayat (2), serta Pasal 88 ayat (3) huruf b dalam Pasal 81 angka 27;
Selanjutnya, Pasal 88C, Pasal 88D ayat (2), Pasal 88F dalam Pasal 81 angka 28; Pasal 90A dalam Pasal 81 angka 31; Pasal 92 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 33; Pasal, 95 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 36; Pasal 98 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 39; Pasal 151 ayat (3) dan ayat (4) dalam Pasal 81 angka 40; Pasal 157A ayat (3) dalam Pasal 81 angka 49; dan Pasal 156 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 47 UU Cipta Kerja.
BACA JUGA:Komisi II DPR Minta Prabowo Segera Teken Perpres Pemindahan Ibukota IKN
BACA JUGA:Pembahasan Revisi UU MD3 Terbengkalai, Begini Kata Baleg DPR RI
Sementara itu, satu pokok permohonan yang tidak diterima berkaitan dengan norma Pasal 156 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 47 UU Cipta Kerja. MK menolak permohonan tersebut karena dianggap prematur.
Adapun dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa terdapat tumpang tindih norma antara UU 13/2003 dan UU 6/2023 tentang Cipta Kerja, yang dapat mengancam perlindungan hak-hak para pekerja.
"Perimpitan norma yang diatur dalam UU 13/2003 dengan norma dalam UU 6/2023 sangat mungkin akan mengancam hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi warga negara, in casu yang berpotensi merugikan pekerja/buruh dan pemberi kerja/pengusaha," urai Hakim MK Enny Nurbaningsih.