KETIKA kita menyalakan televisi atau membuka media sosial, apa yang kita lihat? Tayangan iklan sabun cuci dan deterjen, sering ada pola yang berulang. Perempuan digambarkan sedang menyapu atau memasak di dapur, sementara laki-laki pulang kerja dengan jas rapi dan senyum lelah, seperti pahlawan rumah yang baru saja berjuang di medan pertempuran.
Tidak hanya di iklan, stereotip gender ini juga mengakar kuat di sinetron dan film lokal. Perempuan digambarkan sebagai sosok yang lembut, penyayang, dan sering kali mengurusi rumah tangga. Sedangkan laki-laki tampil gagah, sebagai pengambil keputusan dan penyedia utama.
Pertanyaannya, mengapa kita masih terus menerus diberi “pemandangan” seperti ini? Apakah masyarakat kita masih terjebak dalam pandangan bahwa tempat perempuan adalah di rumah dan laki-laki di kantor?
Mengapa Stereotip Ini Bertahan di Media?
Banyak yang berargumen bahwa media hanya menampilkan apa yang ingin dilihat masyarakat. Tapi, apakah benar masyarakat masih menginginkan pembagian peran seperti ini? Kenyataannya, semakin banyak perempuan yang terlibat di dunia kerja. Bahkan menjadi tulang punggung keluarga.
BACA JUGA:Kemenag Raih Penghargaan Prestisius dari Komnas Perempuan: Komitmen Nyata Hapus Kekerasan Gender
Di lain pihak, ada pula laki-laki yang memilih untuk tinggal di rumah, membantu pengasuhan anak, dan berbagi tanggung jawab domestik. Meski kenyataan ini semakin umum, media tampaknya masih enggan menggambarkan hal tersebut.
Para pakar komunikasi menyebut fenomena ini sebagai “pengulangan budaya,” di mana tayangan media justru menjadi cerminan nilai-nilai lama yang terus dipertahankan. Media, dalam hal ini, tidak sekadar memproduksi konten, tetapi juga memelihara pola pikir masyarakat.
Ketika iklan menunjukkan perempuan di dapur dan laki-laki di kantor, hal ini seolah-olah menyampaikan pesan bahwa inilah “peran alami” masing-masing.
Bukan Sekadar Gambar, Ini Soal Persepsi
Mungkin ada yang berpikir, “Ah, ini hanya iklan, hanya sinetron.”
Tapi dampaknya tidak bisa diremehkan. Apa yang sering kita lihat dan tonton setiap hari memengaruhi cara kita berpikir, bahkan tanpa kita sadari. Anak-anak yang tumbuh besar dengan melihat gambaran ini mungkin akan menginternalisasi bahwa tempat perempuan memang di rumah, dan laki-laki yang harus mencari nafkah.
Dalam jangka panjang, stereotip seperti ini dapat membatasi ruang gerak perempuan dan laki-laki dalam menentukan pilihan hidup. Perempuan mungkin merasa kurang percaya diri untuk mengejar karier, sementara laki-laki merasa malu jika memilih peran yang lebih domestik.
Harapan Tayangan yang Lebih Beragam
Di era digital seperti sekarang, masyarakat seharusnya memiliki pilihan yang lebih luas tentang peran gender. Media memiliki kekuatan untuk mengubah persepsi, bukan sekadar merefleksikannya.