Di samping itu, Restu juga meminta setiap kepala organisasi perangkat daerah (OPD), camat, lurah, serta kepala puskesmas untuk melakukan pemantauan kondisi anak-anak di lembaga kesejahteraan sosial yang ada di wilayahnya masing-masing.
Sebab, bukan tidak mungkin kasus stunting muncul dari sana.
"Sekalipun terendah (angka prevalensinya), untuk kota sebesar Surabaya tidak boleh lengah. Ada pra-stunting yang bisa menjadi ancaman menambah angka stunting," kata Restu.
BACA JUGA:Program Makan Bergizi Gratis Dinilai Belum Mampu Atasi Stunting
BACA JUGA:Pemerintah Gagal Capai Target Penurunan Angka Stunting Tahun Ini
Tak hanya itu, perhatian khusus juga perlu diberikan kepada anak-anak yang berada di lembaga kesejahteraan sosial, baik milik pemerintah atau pun swasta.
"Gizi mereka juga harus tercukupi untuk menghindari stunting," ucap Restu.
Menurutnya, upaya menuju zero stunting di Kota Pahlawan harus dibarengi dengan kesiapan ketahanan pangan.
Restu melihat Kota Surabaya juga memiliki embrio menuju ke sana dengan pemanfaatan lahan kosong menjadi urban farming.
Dia menyebut, Kota Surabaya sudah terarah dalam upaya memberikan gizi terbaik menuju Indonesia emas tahun 2024.
"Artinya, semua masyarakat ikut bergerak dalam kesiapan ketahanan pangan untuk menuju zero stunting," tutur Restu. (*)