HARIAN DISWAY - Pemerintah Presiden Prabowo Subianto belum menunjukkan tanda-tanda untuk mengubah kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025, sesuai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie menyebutkan bahwa PPN 12% termasuk dalam potensi penerimaan negara.
Apabila PPN naik 12%, maka konsekuensinya bakal terlihat dalam APBN. “Karena kalau diturunkan menjadi 11%, misalnya, maka pemerintah kehilangan pendapatan Rp 50 triliunan kira-kira,” katanya kepada wartawan, dikutip Kamis, 21 November 2024.
BACA JUGA:DPR Sebut Tidak Mungkin Batalkan Kenaikan PPN 12 Persen: Waktunya Terlalu Mepet!
Ya, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memang belum berencana untuk mengubah kebijakan kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 seperti yang tertera pada Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Protes publik pun terus menggaung terhadap penerapan kebijakan ini.
Menurut Dolfie, DPR sudah sempat rapat dengan pemerintah mengenai RAPBN 2025. Komisi XI pun mempertanyakan rencana implementasi PPN 12%.
BACA JUGA:Ekonom Sebut Kenaikan PPN 12 Persen Beresiko Picu Inflasi
Kala itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa keputusan PPN harus menunggu pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden.
Namun, hingga kini, belum ada tanda-tanda perubahan aturan. Padahal tidak perlu ada perubahan UU.
"Undang-undang pajaknya nggak perlu diubah. Karena di undang-undang itu sudah memberikan amanat ke pemerintah. Kalau mau turunin tarif boleh, tapi minta persetujuan DPR," ujarnya.
BACA JUGA:Menkeu Sri Mulyani Tetap Ingin Naikkan PPN Jadi 12 Persen Mulai 2025
Wakil Ketua Komisi XI Fauzi Amro menyadari pemberlakuan PPN 12% bakal menuai protes publik.
Apabila kebijakan itu tetap diberlakukan pada 2025, maka ia berharap sektor yang berhubungan dengan publik tidak dikenakan.
“Tadi saya sampaikan apa itu Kesehatan, pendidikan, sembako transportasi. Ini berhubungan dengan publik langsung dan masyarakat langsung," jelas Fauzi. (*)