Tajdid Kedua Menghadapi Senja Kala Modernisme Muhammadiyah

Kamis 21-11-2024,22:19 WIB
Oleh: Bahrus Surur-Iyunk*

Alih-alih menerjemahkan pemikiran elite atasannya, pimpinan di bawah justru sering kali ”terpukau” dengan wacana yang berkembang di media sosial. Entah itu pemikiran kalangan salafi yang (sedang) merasuk ke organisasi maupun pandangan pragmatisme politik partai.

Ketiga, Muhammadiyah harus lebih mandiri dan modernis-inovatif. Haram hukumnya meminta belas kasihan kebijakan pemerintah. Dalam hal penempatan guru PPPK, misalnya, memang merugikan bagi pengembangan sekolah Muhammadiyah. 

Tapi, itulah kenyataannya karena persyarikatan belum mampu memenuhi kesejahteraan guru-gurunya. Ketika pemerintah memberlakukan zonasi dan tidak ada pembatasan pagu rombel dan jumlah murid di sekolah negeri, dapat dipastikan sekolah Muhammadiyah terimbas kemerosotan jumlah siswa yang sangat tajam. 

Maka, perlu tajdid kedua pengelolaan pendidikan yang diferensial dan unggul. Begitu juga, bila pengembangan ekonomi dan sosiokultural pemikiran di aras kaum muda tidak digerakkan secara simultan, Muhamamdiyah akan tertinggal dengan saudara mudanya yang melesat dengan kemandiriannya. 

Jika persoalan di atas tidak diwaspadai dan diantisipasi dengan serius, Muhammadiyah akan mengalami proses menuju keredupan –kalau tidak kematian (senja kala)– modernisme. (*)


*)Bahrus Surur-Iyunk adalah anggota LPCR-PM PW Muhammadiyah Jawa Timur, guru SMA Muhammadiyah I Sumenep, dan penulis buku Matahari di Balik Benteng Tradisi dan Cendekiawan Melintas Batas.--

 

Kategori :