Tajdid Kedua Menghadapi Senja Kala Modernisme Muhammadiyah

Kamis 21-11-2024,22:19 WIB
Oleh: Bahrus Surur-Iyunk*

BACA JUGA:Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, 2 Ormas Bersaudara, Raih Zayed Award

Ketika ulama merasa risi belajar kepada orang-orang Nasrani, Dahlan justru belajar tentang kerumah-sakitan kepada pengelola Rumah Sakit Bethesda.

Ketika banyak orang mengharamkan bekerja sama dengan kalangan nonmuslim, Sang Pencerah bersama pengikutnya justru meminjam uang kepada penggerak Boedi Oetomo, dr Soetomo, untuk kepentingan pemberdayaan ekonomi dan kesejahteraan umat.

Ketika orang merasa mapan dengan pendapat para ulama masa lampau, sang imam Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta itu justru mengubah arah kiblat berdasar ijtihad terbarunya. Dulu umat Islam mempelajari Islam hanya untuk kepentingan ritual dan kesalehan personal. 

Namun, sang pahlawan nasional asal Kauman itu justru tidak mau melanjutkan pengajian ”Al-Ma’un”-nya sebelum diimplementasikan dalam kesalehan sosial (menyantuni fakir miskin, yatim, dan orang-orang yang sakit).

BACA JUGA:Muhammadiyah dan Kisah Tiga Monyet

BACA JUGA:PP (Perusahaan Pertambangan) Muhammadiyah

Begitulah, Muhammadiyah selalu menjadi pelopor, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial-kemasyarakatan. Kepeloporan itu kemudian merebak ke seluruh negeri dan menginspirasi banyak orang untuk mengadopsi dan mengadaptasinya. 

Ketika belum ada orang yang memikirkan pengelolaan haji, Muhammadiyah di masa awal sudah mulai merancang manajemennya. 

Begitu juga, ketika belum ada penduduk Indonesia yang terpikirkan tentang universitas, KH Fakhroddin pada awal tahun 1920-an sudah mengagendakan mendirikan Universitas Muhammadiyah. 

BACA JUGA:Holding Muhammadiyah, Waralaba Nahdlatul Ulama (NU)

BACA JUGA:Penarikan Dana Muhammadiyah

Cara berpikir modernis-reformis berdasar Islam dan realitas sosial itulah yang diakui semua kalangan cendekiawan di seluruh dunia. Tentu saja, ada plus-minus di dalamnya. 

MENUJU SENJA KALA

Lalu, apa yang terjadi kemudian di hari ini? Di banyak daerah dan cabang (kabupaten dan kecamatan), pada awalnya Muhammadiyah memelopori berdirinya sekolah SD/MI, SMP/MTs, atau SMA/MA/SMK. Namun, ketika pemerintah sudah mulai mendirikan jenjang pendidikan yang sama (sekolah negeri), sekolah-sekolah Muhammadiyah itu justru mati kutu dan akhirnya bubar. 

Fenomena itu berjalan hingga sekarang ini. Jika generasi awal tidak pernah minta proteksi dari pemerintah, Muhammadiyah kekinian harus mendapatkan proteksi dari pemerintah.

Kategori :