Wacana Tax Amnesty Jilid 3, Siapa Yang Diuntungkan?

Senin 09-12-2024,21:33 WIB
Oleh: Sukarijanto*

Sementara pada 2017, tax ratio melanjutkan tren penurunan ke angka 9,89 persen. Namun, angka rasio pajak kembali naik ke angka 10,24 persen pada 2018. Kenaikan tersebut hanya bersifat temporer. 

Rasio pajak lagi-lagi terjun ke level 8,33 persen pada 2020, bahkan menjadi capaian terendah dalam dua era kepemimpinan Presiden Jokowi. Pandemi Covid-19 menjadi alasan di balik merosotnya rasio pajak, seiring dengan rontoknya ekonomi Indonesia, bahkan dunia. 

Tidak lama kemudian, pada 2022, Presiden Jokowi mengeluarkan jurus baru, yakni program pengungkapan sukarela (PPS) alias tax amnesty jilid II, sejalan dengan mulai bangkitnya ekonomi seusai pandemi Covid-19. 

PPS ditawarkan pemerintah kepada wajib pajak, baik individu maupun badan usaha, untuk melaporkan dan membayar pajak yang belum dibayar atau disembunyikan sebelumnya dengan pengampunan atau penghapusan sanksi tertentu. 

Dalam konteks ini, pengampunan bemakna bahwa pemerintah tidak akan menuntut pelanggaran pajak yang dilakukan wajib pajak yang mengikuti program itu. Dengan kata lain, mereka diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan perpajakan tanpa harus khawatir tentang sanksi hukum yang biasanya menyertai ketidakpatuhan.

Bahkan, PPS itu dianggap sebagai insentif bagi wajib pajak untuk mematuhi peraturan pajak di masa depan. Wajib pajak yang sebelumnya tidak patuh diberi kesempatan untuk memulai kembali dengan lembaran baru. 

Harapannya, mereka ke depan lebih disiplin dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sekaligus, dengan PPS itu, pemerintah dapat mengurangi beban administrasi yang timbul dari penuntutan dan penyelidikan terhadap pelanggaran pajak. 

Program tersebut memungkinkan penyelesaian kasus-kasus pajak secara lebih cepat dan efisien tanpa harus melalui proses hukum yang panjang.

Tax amnesty sering dianggap sebagai langkah strategis yang diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak, memperluas basis pajak, dan membawa lebih banyak entitas atau individu ke dalam sistem perpajakan formal. 

Program itu biasanya diluncurkan ketika pemerintah melihat adanya potensi besar pajak yang belum dibayar atau terdapat harta kekayaan yang belum dilaporkan. 

TAX AMNESTY, TAKTIK ”BERBURU DI KANDANG SENDIRI?”

Berbagai pengamat dan masyarakat wajib pajak menganggap bahwa kebijakan TA laksana ”berburu di kandang sendiri”. 

Artinya, pengimplementasian TA jilid I dan II bukti kurang kreatifnya pemerintah dalam menggali sumber-sumber dana untuk menambah kas negara dari sektor lain seperti optimalisasi penerimaan dari sumber daya alam (SDA), baik sektor migas maupun nonmigas. 

Jika pemerintah lebih serius mengoptimalkan asas keadilan pada sektor SDA, niscaya kebocoran seperti kasus korupsi timah yang bernilai ratusan triliun dapat diantisipasi dan menjadi sumber pundi-pundi negara. 

Bukannya dengan membebani warga dengan berbagai pungutan pajak yang tidak mungkin bisa dihindari karena sifatnya memang wajib.

Sebagaimana pengalaman sebelumnya, kebijakan TA cenderung digulirkan ketika pemerintah belum mampu mengatasi tindakan penggelapan dan penghindaran pajak (tax evasion dan tax avoidance). 

Kategori :