HARIAN DISWAY - Tahun 2024 bertepatan dengan perayaan lima tahunan perayaan Unan-Unan. Yakni upacara besar bermakna tolak bala dan mengembalikan keseimbangan kehidupan warga Tengger.
Kesempatan ini dimanfaatkan untuk menjalankan program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) oleh yang dilakukan Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian. Inilah pijakan awal yang akan berkelanjutan.
Sebagai bentuk kepedulian Perguruan Tinggi terhadap kelestarian budaya Tengger. Sekaligus sebagai latihan atau praktik untuk menyusun konten digital dengan sasaran para muda Desa Ngadiwono.
Saat tim mengikutinya, mereka sudah terpesona dengan lantunan tembang puja di ambang sore di pedesaan Tengger yang menebarkan suasana magis yang menenangkan. Beberapa jam kemudian, menjelang dini hari, suasana berubah.
Tampak hiruk pikuk wisatawan yang ingin menyaksikan kecantikan Gunung Bromo di kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru (TNBTS) saat matahari terbit.
Doa dan puja terhadap leluhur di Sanggar Pamujan dipimpin oleh Romo Pandita sebagai puncak acara Unan-Unan. --PkM
Deru gas sepeda motor dan jeep berlomba, berdesakan mengantar penumpangnya hingga Gunung Pananjakan, tempat tertinggi untuk bisa menyaksikan matahari terbit yang elok di balik Gunung Bromo.
Kelap-kelip lampu kendaraan dan lampu senter di kegelapan menambah kecantikan Penanjakan di ambang Subuh, sekaligus terpikir masifnya pariwisata di wilayah TNBTS. Tim ikut tenggelam dalam barisan wisatawan.
Mereka kebanyakan sedang menuju Gunung Penanjakan 2, bukit lebih rendah dari Gunung Pananjakan, yang berubah nama menjadi Bukit Cinta. Tim ikut merasakan hiruk pikuk para pemuda desa yang mengantarkan tamu-tamu.
Tim juga ikut mendengarkan penjelasan-penjelasan tentang tempat-tempat yang menjadi tujuan wisata yang ditawarkan. Mengikuti ke mana jeep membawa timmenikmati tempat-tempat wisata itu. Seperti bukit Teletubbies atau Pasir Berbisik.
Nama yang sebenarnya bukan nama asli yang diberikan oleh warga Tengger sebagai tempat sakral kosmologinya. TNBTS tidak hanya cantik karena pemandangan alamnya yang menjadi primadona wisata Jawa Timur, tapi juga kekayaan adatnya.
Adat istiadat Tengger terasa kuat di setiap sudut kawasan TNBTS. Nuansa kesakralan pada setiap ritual terasa melekatkan masyarakat pada leluhur yang dipercaya melindunginya sepanjang masa. Termasuk saat unan-unan.
Mengiring sesaji dengan unsur utama kepala kerbau yang dipersembahkan untuk leluhur adalah ciri dalam upacara unan-unan. --PkM
Di sisi lain, arus pariwisata menawarkan banyak peluang pekerjaan, terutama bagi pemudanya, misalnya sebagai jasa antar dengan jeep, persewaan kuda maupun sektor perdagangan maupun jasa yang tidak pernah sepi dari pengunjung.
Hal ini diduga menyebabkan pergeseran mata pencaharian dari pertanian ke sektor jasa. Jumlah wisatawan akan semakin meningkat saat ada penyelenggaraan perayaan/upacara tradisional Tengger.
Para penjaja jasa yang umumnya pemuda ini mungkin akan tersedot dalam kesibukan melayani wisatawan sehingga dimungkinkan mereka tidak lagi sempat mengikuti upacara/ritual adatnya. Situasi ini menimbulkan pertanyaan.
Akankah ritual ini terus diikuti generasi mudanya? Akankah rasa lekat dan puja terhadap leluhur ini terus berlanjut di tengah kehidupan modern yang sarat dengan teknologi? Akankah nilai luhur budaya Tengger tergerus oleh masifnya arus pariwisata?