Potensi pergerakan masyarakat secara nasional pada Nataru 2024-2025 adalah 39,3 persen atau kurang lebih 110,67 juta.
Potensi pergerakan antarprovinsi 19,84 persen atau 55,86 juta, sedangkan potensi pergerakan dalam provinsi 19,46 persen atau 54,81 juta.
Kemudian, persentase pemudik berdasar alasan melakukan perjalanan dalam liburan ke lokasi wisata ada 45,63 persen, diikuti dengan liburan untuk pulang kampung 32,36 persen, merayakan Natal dan tahun baru di kampung halaman 19,9 persen, serta tugas atau pekerjaan 2 persen.
BACA JUGA:Jelang Nataru, Pengelola Jalan Tol Trans Jawa Siapkan Derek Hingga Antisipasi Genangan Air
BACA JUGA:Tinjau Penyeberangan Banten-Lampung, Wamenhub Minta Waspadai Cuaca Buruk Selat Sunda Selama Nataru
Di sisi lain, potensi terjadinya lonjakan penumpang yang melalui penyeberangan diprediksi sebanyak 1,6 juta orang, dengan penyeberangan asal adalah Merak, Lembar, Bakauheni, Kolaka, dan Tanjung Api-Api.
Sedangkan penyeberangan tujuan adalah Bakauheni, Adang Bay, Merak, Bajo, dan Muntok. Sedangkan yang melalui moda transportasi kereta api (KA), terdapat lima stasiun KA asal yang diprediksi akan menjadi yang paling padat dengan angka prakiraan mencapai 6,8 juta penumpang. Yakni, Stasiun Pasar Senen, Stasiun Gambir, Stasiun Bekasi, Stasiun Bandung, Stasiun Gubeng.
Sementara itu, stasiun tujuan adalah Stasiun Lempuyangan, Stasiun Tugu, Stasiun Tawang, Stasiun Bandung, dan Stasiun Pasar Senen.
Tradisi mudik dapat memantik efek pengganda bagi perekonomian. Para pemudik tentu membutuhkan sarana transportasi yang akan menggerakkan perekonomian di sektor transportasi dengan pembelian tiket pesawat, kapal, kereta api, bus, travel, dan sebagainya.
Apabila menggunakan kendaraan pribadi pun, akan tetap menggerakkan roda perekonomian dengan pembelian bahan bakar, pembayaran tol, pembelian makanan dan minuman apabila berhenti di rest area, dan lain-lain.
Sektor-sektor perdagangan, industri, wisata, dan UMKM yang selama pandemi sempat mengalami mati suri akan bergairah kembali karena aktivitas mudik.
Dengan berjalannya roda perekonomian, tentunya dapat berdampak baik terhadap pemulihan ekonomi daerah dan memicu kutub-kutub baru pertumbuhan ekonomi. Itu secara langsung mendongkrak potensi pendapatan asli daerah (PAD).
Di samping perputaran uang yang berasal dari pemudik, beberapa daerah akan mendapatkan perputaran uang tambahan kiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) dari luar negeri atau remitansi yang juga mengalami kenaikan menjelang Lebaran maupun nataru. Sebagaimana yang terjadi tiap tahun.
Berdasar catatan Bank Indonesia (BI) tahun 2023, terdapat sepuluh provinsi pengirim TKI paling banyak dan akan mendapatkan kiriman remitansi dari para TKI. Yaitu, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Bali, Sumut, Banten, Yogyakarta, dan Jakarta.
Berarti, nilai remitansi dan perputaran uang dari kota ke desa diperkirakan juga terdongkrak. Dalam catatan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), nilai remitansi TKI bisa mencapai kisaran Rp 16 triliun pada Lebaran 2023.
Jumlah TKI yang bekerja di luar negeri mencapai 3,2 juta orang. Jika para TKI tersebut mengirimkan uang Lebaran kepada keluarganya rata-rata Rp 5 juta, jumlah remintasi diperkirakan mencapai Rp 16 triliun.