Namun, Irvan juga mengkhawatirkan stimulus pemerintah untuk redam PPN 12% hanya berlaku sementara.
Pasalnya, bentuk insentif yang diberikan bersifat temporer. Seperti diskon listrik dan bantuan beras 10 kg yang hanya berlaku dua bulan.
Sementara efek negatif naiknya tarif PPN 12% berdampak jangka panjang.
Menurut Irvan, kenaikan tarif PPN 12% berpotensi menimbulkan dampak yang cukup kompleks terhadap daya beli masyarakat, terutama pada kelompok dengan pendapatan lebih rendah.
Meskipun kebutuhan pokok dibebaskan dari PPN 12%, beberapa barang seperti tepung terigu, gula industri, dan minyak kita masih dikenai PPN 1% yang tentu saja dibayarkan oleh pemerintah.
Namun, beban ini disebut tetap berpotensi meningkatkan pengeluaran masyarakat.
Meski kebutuhan pokok dibebaskan dari PPN 12 %, namun Irvan menilai masih terdapat beberapa barang seperti tepung terigu, gula industri, dan Minyakita yang 1%-nya dibebankan kepada pemerintah.
Hal itu, imbuh Irvan, tetap berpotensi untuk menambah pengeluaran masyarakat.
BACA JUGA:Kemenhub dan KAI Pertimbangan Direct Train Diteruskan Secara Nataru: Kalau Minat Masyarakat Tinggi
BACA JUGA:716 Kendaraan Listrik Disiapkan PLN Jelang Indonesia Africa Forum (IAF) 2024 di Bali
Tentu saja, setiap daerah memiliki karakteristik dan persoalan yang berbeda.
Pada prinsipnya, implementasi paket kebijakan ekonomi 2025 ini didominasi oleh kebijakan yang mengarah pada industri padat karya dengan input produksi sebagian besar berupa tenaga kerja (labor intensive).
Tantangan terbesar dari paket kebijakan ekonomi 2025 ini adalah bagaimana kebijakan dari pusat dapat diterjemahkan secara akurat di seluruh daerah, terutama di Kota Surabaya.
Sehingga kebijakan ini dapat diterapkan secara merata dan sesuai sasaran.
Melihat dari taraf dan pola konsumsi Kota Surabaya yang 61% pengeluarannya untuk kelompok bukan makanan, yakni perumahan, serta barang dan jasa, kenaikan PPN 12% menjadi tantangan baru yang perlu diatasi dengan hati-hati.
Kenaikan harga yang potensial terjadi dapat berdampak pada aspek psikologis masyarakat yang sebetulnya masih memiliki daya beli bagus.