Wisuda 61 Tahun

Selasa 24-12-2024,22:58 WIB
Reporter : Arif Afandi
Editor : Yusuf Ridho

SABTU pekan lalu saya mengikuti wisuda di Universitas Brawijaya, Malang. Setelah dinyatakan lulus sebagai doktor sosiologi ekonomi dalam sidang terbuka promosi doktor beberapa bulan lalu.

Tadinya saya berpikir bahwa ujian terbuka adalah proses kelulusan terakhir. Ternyata belum. Saya disarankan untuk ikut upacara wisuda berbarengan wisuda sarjana lainnya. Ijazah akan diberikan saat wisuda itu.

Itu pengalaman saya mengikuti wisuda yang ketiga. Pertama di UGM setelah lulus sarjana 1993. Setelah sepuluh tahun jadi mahasiswa. Saat itu masih mungkin menjadi mahasiswa abadi. Statusnya nyaris DO (dropout).

BACA JUGA:Upacara Pengukuhan Wisudawan Universitas Airlangga: AHY Menjadi Wisudawan Terbaik

BACA JUGA:Cumlaude! Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi Wisuda Doktor di Unair

Akhirnya lulus setelah mendapat desakan keras dari para dosen. Istri saya ikut ”diteror” para dosen untuk mendesak saya menyelesaikan tugas akhir. Tapi, kalau tekanan para dosen itu tak terjadi, peristiwa kali ini tak mungkin terjadi.

Karena tak lulus-lulus, saya memutuskan bekerja dulu. Mahasiswa Jurusan Komunikasi, Fisipol, UGM, seangkatan saya umumnya hanya punya cita-cita sama jika lulus. Menjadi wartawan surat kabar paling top atau majalah paling populer di Jakarta. 

Ketika sudah lebih dari setahun bekerja di surat kabar terbesar kedua di Indonesia (saat itu), saya sempat ditanya bos besar saya, Dahlan Iskan. 

BACA JUGA:625 Lansia Diwisuda Plt Wali Kota Pasuruan

BACA JUGA:Rajin Belajar Kunci Menjadi Wisudawan Terbaik

”Rif, waktu dulu cita-citamu menjadi wartawan di mana?” tanyanya.

Dengan terus terang saya menjawab, koran terbesar di Indonesia yang terbit dari Jakarta. Salah seorang founder Jawa Pos Group yang pernah menjadi menteri BUMN RI itu hanya tersenyum saat mendengar jawaban jujur saya.

Setelah tak menjadi wartawan, ternyata tingkat kesibukan saya jauh berkurang. Meski statusnya menjadi orang kedua di Kota Surabaya. Masih terlalu banyak waktu kosong. Banyak gabut, istilah anak sekarang. Untuk mengisinya, saya ambil kuliah pascasarjana di Universitas Airlangga.

Saya mengambil program studi sosiologi di FISIP perguruan tinggi terbesar di Surabaya itu. Tak seperti kuliah S-1 yang molor panjang, saya hanya perlu sekitar 1,5 tahun untuk menyelesaikan program itu. 

BACA JUGA:Wisudawan Berprestasi yang Membanggakan

Kategori :