Generasi Milenial dan Masa Depan Tradisi Keboan Aliyan

Kamis 19-06-2025,13:30 WIB
Reporter : Teddy Afriansyah *)
Editor : Heti Palestina Yunani

HARIAN DISWAY - Tradisi adalah cerminan identitas suatu masyarakat, jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Di tengah gempuran modernisasi dan arus informasi yang begitu deras, peran generasi milenial menjadi krusial dalam menjaga kelestarian tradisi. Salah satu tradisi yang menarik untuk diamati adalah Keboan Aliyan di Banyuwangi yang menjadi sebuah ritual kuno yang sarat makna dan nilai budaya.

Pembahasan kali ini akan mengulas bagaimana generasi milenial dapat berperan aktif dalam memastikan kelangsungan tradisi Keboan Aliyan, sehingga warisan leluhur yang dimiliki tetap lestari dan relevan di masa depan.

Akar Historis dan Makna Keboan Aliyan

Tradisi Keboan Aliyan berpusat di Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, bukanlah sekadar pertunjukan, melainkan sebuah ritual sakral yang memiliki sejarah panjang dan makna mendalam. Berawal sejak abad ke-18, tradisi tersebut diprakarsai oleh Buyut Wongso Kenongo, pendiri cikal bakal Desa Aliyan. Konon, beliau mendapatkan wangsit untuk menggelar ritual tolak bala kebo-keboan demi menghindarkan masyarakat dari malapetaka dan mendatangkan hasil bumi yang melimpah.


Tradisi Keboan Aliyan berpusat di Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, bukanlah sekadar pertunjukan, melainkan sebuah ritual sakral yang memiliki sejarah panjang dan makna mendalam.--https://banyuwangikab.go.id/

BACA JUGA: Nyepi di Bali: Pulau Hening Sehari, Pecalang Jaga Tradisi Sakral

Hal tersebut menunjukkan betapa kuatnya keterkaitan tradisi tersebut dengan kehidupan agraris masyarakat setempat bahwa kerbau mampu menjadi mitra petani dalam mengolah sawah.

Setiap bulan Suro dalam penanggalan Jawa, ribuan warga memadati Desa Aliyan untuk menyaksikan prosesi unik ini. Inti dari ritual keboan aliyan adalah para petani yang dirasuki roh gaib dan bertingkah laku layaknya kerbau. Mereka berkeliling empat penjuru desa, menirukan siklus cocok tanam, mulai dari membajak sawah, mengairi, hingga menabur benih padi, bahkan sesekali berkubang di lumpur. Prosesi yang dilakukan dalam tradisi tersebut tidak hanya berfungsi sebagai permohonan kelimpahan hasil bumi kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi juga sebagai ekspresi rasa syukur atas berkah yang telah diterima sepanjang tahun.

Gotong royong menjadi pondasi utama dalam persiapan tradisi ini, dari menyiapkan kebutuhan ritual hingga membangun gapura janur yang digantungi hasil bumi sebagai simbol kesuburan dan kesejahteraan. Kenduri massal yang mengawali ritual menegaskan semangat kebersamaan yang menjadi ciri khas masyarakat Aliyan.

BACA JUGA: Megengan, Tradisi Unik Sambut Ramadan, Jejak Ajaran Wali Songo

Tantangan Modernisasi dan Peran Generasi Milenial

Di era modern yang serba cepat ini, banyak tradisi adat yang tergerus oleh zaman, bahkan ada yang punah seperti Adat Punjari Kumoro, Gitikan, Tajen, Wayang Takul, dan Gedogan di Desa Aliyan. Hal tersebut menjadi peringatan bahwa kelestarian tradisi tidaklah otomatis, melainkan membutuhkan upaya sadar dan berkelanjutan. Di sinilah generasi milenial mampu lahir dan tumbuh di tengah kemajuan teknologi dan globalisasi, memegang peranan penting.

Generasi milenial seringkali dihadapkan pada dilema antara mempertahankan warisan budaya dan mengikuti tren kontemporer. Namun, dengan pemahaman yang tepat, mereka dapat menjadi agen perubahan yang efektif dalam melestarikan tradisi. Kekuatan milenial terletak pada kemampuan mereka dalam memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk menyebarkan informasi, membangun komunitas, dan menciptakan narasi yang menarik. Mereka dapat memperkenalkan Keboan Aliyan kepada khalayak yang lebih luas, tidak hanya di tingkat lokal tetapi juga nasional, bahkan internasional.

Pemerintah daerah juga memiliki peran vital dalam mendukung upaya pelestarian. Dorongan dan pengembangan atraksi daerah seperti Keboan Aliyan menjadi daya tarik wisatawan adalah langkah strategis. Hal tersebut sejalan dengan upaya Desa Aliyan yang telah memperkenalkan pasar UMKM sejak 2016 sehingga terbukti mampu menggerakkan ekonomi lokal melalui pariwisata mikro. Kolaborasi antara tradisi, pariwisata, dan ekonomi lokal menciptakan ekosistem yang berkelanjutan, di mana Keboan Aliyan tidak hanya menjadi cagar budaya, tetapi juga motor penggerak pembangunan.

BACA JUGA: 5 Fakta Menarik tentang Guzheng, Kecapi Khas Negara Tirai Bambu

Kategori :