Bahkan, tidak akan bersidang sampai para mediator memberi tahu Israel bahwa Hamas telah menerima semua poin dari kesepakatan gencatan senjata tersebut.
Dilansir Agence-France Presse, Anggota Biro Politik Hamas Sami Abu Zuhri membantah tuduhan dari Israel itu.
"Tidak ada dasar untuk klaim Netanyahu bahwa gerakan ini mundur dari persyaratan dalam perjanjian gencatan senjata," katanya, kemarin.
BACA JUGA:Gencatan Senjata Gaza, Bisakah Perang Berakhir?
Anggota biro politik lainnya, Izzat al-Rishq, dalam pernyataan terpisah menegaskan, Hamas berkomitmen pada perjanjian gencatan senjata yang diumumkan oleh para mediator.
Sementara itu, di Gaza, Israel terus menggempur beberapa wilayah sejak pengumuman kesepakatan itu hingga menewaskan sedikitnya 73 orang dan melukai ratusan lainnya. Hal itu dilaporkan badan pertahanan sipil.
Menurut radio publik Israel, penundaan disebabkan oleh krisis dalam koalisi pemerintahan. Yakni melibatkan Menteri Keuangan sayap kanan, Bezalel Smotrich, yang tak sepakat untuk mengakhiri perang.
BACA JUGA:Biden dan Trump Sama-Sama Klaim Berjasa dalam Wujudkan Gencatan Senjata Israel-Hamas
Ia menganggap perjanjian gencatan senjata itu akan mengancam keamanan Israel. Partai Smotrich, Zinosme-Religius, pun mendukungnya.
Begitu pula dengan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir yang menyebut kesepakatan gencatan senjata sebagai bencana.
Sebelumnya, Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani mengatakan, tahap pertama dari kesepakatan tersebut akan berlangsung selama enam minggu.
Dalam fase itu, akan ada pertukaran terbatas tahanan dan penarikan sebagian pasukan Israel dari wilayah Gaza.
BACA JUGA:Respons Arab Saudi soal Gencatan Senjata di Gaza, Desak Israel Patuhi Perjanjian dan Hentikan Perang
Pembebasan 33 tawanan Israel, yang meliputi wanita dan anak-anak, dilakukan sebagai imbalan atas pembebasan lebih banyak tahanan Palestina. Termasuk mereka yang menjalani hukuman seumur hidup.
Selama fase tersebut, Israel akan menarik pasukannya dari pusat-pusat populasi di Gaza dan memperbolehkan bantuan kemanusiaan masuk hingga 600 truk per hari.
Warga Palestina yang terluka juga akan diizinkan meninggalkan Gaza untuk mendapatkan perawatan.