Trump pun mengumumkan tarif 25% untuk semua impor baja dan aluminium ke AS dalam eskalasi besar lainnya dari perombakan kebijakan tarif baru perdagangannya.
Pada pekan lalu, Trump juga mengumumkan kebijakan tarif baru perdagangan pada Kanada, Meksiko, dan China, tetapi kemudian menangguhkan penerapan tarif untuk dua negara tetangganya sehari setelahnya.
Seorang analis, Tony Sycamore menjelaskan, adanya kekhawatiran bahwa kebijakan tarif baru yang dapat meredam pertumbuhan ekonomi global dan permintaan energi.
Namun, mengingat adanya penundaan pengenaan tarif yang direncanakan Trump pekan lalu membuat para investor energi mengabaikan ancaman pada tarif baja dan aluminium untuk saat ini.
BACA JUGA:Harga Minyak Mentah Turun Hampir Satu Persen
"Pasar telah menyadari bahwa berita utama tarif kemungkinan akan terus berlanjut dalam beberapa minggu dan bulan mendatang,” katanya melalui akun instagram miliknya.
Oleh karena itu, ada peluang yang sama bahwa tarif tersebut akan dikurangin atau bahkan bisa ditingkatkan pada suatu saat dalam waktu yang dekat.
“Jadi mungkin investor sampai pada kesimpulan bahwa bukanlah tindakan terbaik untuk bereaksi terhadap setiap berita utama secara negatif itu bukanlah tindakan yang tidak baik,” tulisnya.
Sementara itu, Tiongkok juga mulai memberlakukan tarif baru balasan pada beberapa ekspor AS mulai kemarin. Tanpa tanda-tanda adanya kemajuan dalam negosiasi perdagangan antara Beijing dan Washington.
Para pedagang minyak dan gas kini berusaha mendapatkan pengecualian dari Beijing untuk impor minyak mentah dan gas alam cair (LNG) asal AS.
BACA JUGA:Kejagung Periksa 70 Saksi dalam Kasus Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina
Washington juga semakin menekan Iran dan menjatuhkan sanksi baru pada pekan lalu karena kegagalan mencapai kesepakatan nuklir yang menjadi faktor risiko dapat mendorong harga minyak lebih tinggi.
"Kami melihat minyak kemungkinan diperdagangkan secara menyamping hingga turun selama sekitar satu bulan ke depan, dengan tekanan penurunan fundamental yang meningkat pada minyak mentah dalam skenario dasar kami sepanjang tahun," kata Citi, seorang analis lain.
Menurut Citi, harga minyak mentah Brent diperkirakan mencapai rata-rata USD 60 hingga USD 65 per barel pada paruh kedua 2025.
Itu akibat dari Trump yang akan terus bersikukuh dalam keinginannya untuk menurunkan harga energi. Sehingga, pada akhirnya, akan terbukti memberikan pengaruh yang negatif pada pasar minyak.
*) Mahasiswa Magang dari Universitas Trunojoyo Madura