BACA JUGA:Pameran Kecerdasan Buatan, Wajah Masa Depan di Shanghai
Generasi muda sering kali merasa bahwa bahasa daerah tidak lagi relevan di dunia modern saat ini yang mana interaksi terbesar mereka memang dilakukan via ponsel dan internet yang notabene didominasi bahasa Indonesia atau bahkan bahasa Inggris.
Padahal, kehilangan sebuah bahasa berarti kehilangan cara pandang unik terhadap dunia, termasuk pengetahuan tradisional tentang alam, obat-obatan, dan budaya.
PERAN TEKNOLOGI
Di tengah tantangan itu, teknologi yang memang sudah tidak terelakkan lagi keberadaannya diharapkan bisa menjadi harapan baru untuk pelestarian bahasa ibu. Teknologi digital memungkinkan dokumentasi, pembelajaran, dan penyebaran bahasa daerah dengan cara yang lebih mudah dan terjangkau.
Beberapa inisiatif sudah mulai dilakukan, seperti pembuatan kamus digital, aplikasi pembelajaran bahasa lokal, dan platform media sosial yang mempromosikan penggunaan bahasa daerah.
Aplikasi-aplikasi pembelajaran bahasa yang sangat populer seperti Duolingo atau Memrise bisa diadaptasi untuk mengajarkan bahasa daerah. Beberapa komunitas lokal juga mulai memanfaatkan YouTube dan TikTok untuk membuat konten edukatif dan menghibur dalam bahasa daerah. Di Surabaya, misalnya, pemerintah kota getol untuk melestarikan bahasa Jawa dengan menambahkan aksara Jawa untuk nama-nama jalan.
Dengan cara itu, bahasa daerah tidak hanya dilestarikan, tetapi juga menjadi lebih menarik bagi generasi muda.
SEKUTU ATAU ANCAMAN?
Teknologi digital yang makin canggih dan kecerdasan buatan (AI) memiliki potensi besar untuk membantu pelestarian bahasa ibu. AI bisa digunakan untuk membuat sistem terjemahan otomatis, pengenalan suara, dan bahkan pembuatan teks dalam bahasa daerah.
Di Google Translate, selain bahasa Jawa dan Sunda yang sudah ada selama ini, kita bisa melihat ada beberapa bahasa lokal yang sudah ditambahkan seperti Batak, Madura, dan Makassar.
Meski masih terbatas, itu adalah langkah awal yang penting. Diharapkan makin banyak bahasa daerah lain di Indonesia yang bisa ditambahkan di sana. Kontribusi dan kolaborasi para ahli dari berbagai bidang dari Indonesia tentu sangat penting.
Seperti kita ketahui, setelah munculnya ChatGPT dengan large language model (LLM)-nya, raksasa teknologi seperti Google sudah menambahkan AI di berbagai aplikasi yang mereka punya, termasuk di AI versi mereka.
Namun, AI juga punya tantangan tersendiri. Pengembangan model AI yang mumpuni membutuhkan data yang besar, sementara banyak bahasa daerah kekurangan data tertulis atau lisan yang cukup.
Selain itu, ada risiko bias linguistik. Yakni, AI lebih mengutamakan bahasa-bahasa mayoritas seperti Jawa atau Sunda, sedangkan bahasa-bahasa minoritas makin terpinggirkan.
Di sisi lain, AI juga bisa menjadi alat untuk mendokumentasikan bahasa-bahasa yang terancam punah. Dengan teknologi pengenalan suara, kita bisa merekam penutur asli dan mengubahnya menjadi dataset yang bisa digunakan untuk melatih model AI.