Keterwakilan Perempuan bila Pilkada Tak Langsung

Jumat 21-02-2025,09:20 WIB
Oleh: Dwi Windyastuti Budi Hendrarti

PILKADA langsung di Indonesia telah berjalan 20 tahun, yaitu sejak 2005 hingga 2024. Dan, momen pilkada 2024 ini menjadi tonggak sejarah baru ketika pilkada langsung dilakukan secara serentak. 

Pilkada langsung itu diikuti 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota di seluruh Indonesia serta setidaknya  terdapat 331 calon kepala daerah perempuan (10,66 persen) dan 2.733 (89,34 persen) calon kepala daerah laki-laki. 

Di tingkat provinsi, terdapat 103 pasangan calon gubernur/wagub yang terdiri atas 96 laki-laki (93,3 persen) dan 7 perempuan (6,7 persen) sebagai cagub. 

Yang menarik adalah pilkada di Jawa Timur yang diikuti tiga cagub perempuan dan tiga wagub laki-laki. Mereka adalah Khofifah Indar Parawansa, Luluk Nur Hamidah, dan Tri Rismaharini. Juga, satu cagub perempuan dari Provinsi Banten, yaitu Airin Rachmi Diany. 

BACA JUGA:3 Perempuan Membunuh Pria Penunggak Utang di Bali

BACA JUGA:Karier dan Feminitas: Dua Sisi Koin Perempuan Modern

Selain itu, ada Raudatul Janna dari Provinsi Kalsel, Tina Nur Alam dari Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Sherly Tjoandra dari Maluku Utara. 

Sementara itu, hasil rekapitulasi KPU menetapkan bahwa telah terpilih 2 perempuan yang memenangkan pilkada sebagai gubernur, 4 perempuan sebagai bupati, dan 9 perempuan sebagai wali kota. 

Dalam posisi sebagai wakil, terdapat 6 perempuan sebagai wakil gubernur, 44 perempuan sebagai wakil bupati, dan 15 perempuan sebagai wakil wali kota. 

Dari keseluruhan kontestasi, baik pada posisi kepala daerah maupun sebagai wakil kepala daerah, setidaknya 30,20 persen perempuan calon kepala daerah/wakil kepala daerah telah memenangi pilkada meski saat ini masih menghadapi proses peradilan sengketa pilkada. 

BACA JUGA:Pembegal Bayaran dari Sleman Ini Disewa Perempuan untuk Membegal Pacarnya

BACA JUGA:Kemerdekaan Perempuan Indonesia

Bila mengacu pada keterpilihan perempuan di pilkada, bisa  disimpulkan bahwa kepemimpinan politik perempuan di tingkat lokal telah diterima konstituen. Pemilih saat ini mulai mengabaikan gender sebagai parameter kepantasan dalam memimpin daerah.

Namun, pasca-pilkada 2024, muncul adanya keinginan untuk menghapus pilkada langsung dan mengembalikan pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Gagasan itu dimunculkan mereka yang melihat dari segi ekonomis pemilihan, yaitu ”mahalnya biaya pemilihan”. Pemilu dianggap sebagai pemborosan anggaran negara. 

Masalahnya, apa yang menjadi perdebatan di sekitar pilkada langsung atau tidak langsung? Apakah implikasinya jika pilkada dipilih kembali oleh DPR terhadap keterwakilan perempuan di jabatan politik tersebut? 

Kategori :