HARIAN DISWAY - Penutupan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) mengalami puncak krisis dari keuangan yang berlangsung selama beberapa tahun terakhir.
Permasalahan yang tengah dihadapi perusahaan yaitu gagal bayar hutang, gugatan hukum, dan pada akhirnya ditetapkan pailit alias bangkrut oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024.
Pada Mei 2021, Pengadilan Niaga Semarang menetapkan Sritex dalam status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) melalui putusan Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Smg, dengan total tagihan mencapai Rp12,9 triliun.
Permohonan itu telah diajukan oleh CV Prima Karya pada 19 April 2021 dan turut berdampak pada tiga usaha PT Sritex.
Kemudian, pada 2022, kreditur menyetujui rencana perdamaian yang diajukan PT Sritex, lalu disahkan dalam putusan homologasi.
Akan tetapi, perusahaan gagal untuk memenuhi kesepakatan pada perjanjian tersebut dalam kurun waktu dua tahun, sehingga permohonan pembatalan homologasi diajukan dan berujung pada putusan pailit.
Menurut putusan perkara Pengadilan Negeri (PN) Semarang Nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg pada 21 Oktober 2024, Sritex dinyatakan lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon berdasarkan putusan homologasi tertanggal 25 Januari 2022.
Perusahaan mencatat total aset sebesar USD 594 juta per 30 September 2024, terdiri dari aset lancar dan tidak lancar.
Maka dari itu, tekanan keuangan perusahaan yang besar akibat utang dan kerugian operasional menjadi sebab defisit perusahaan mencapai USD 1,22 miliar.
Kerugian bersih yang dialami selama 9 bulan pertama tahun 2024 mencapai 66 juta, hal itu dapat menambah beban keuangan yang semakin berat.
Debitur dan kurator pailit menilai Sritex dalam kondisi tidak memiliki cukup dana untuk melunasi utang sehingga tidak dapat melakukan keberlanjutan.
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi dinyatakan pailit setelah mengalami krisis keuangan yang berkepanjangan. -Dokumentasi Sritex-Dokumentasi Sritex usaha atau going concern.
"Tidak mungkin dijalankan going concern dengan kondisi yang telah dipaparkan oleh kurator maupun debitur pailit," ujar Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Semarang, Haruno Patriadi.
Faktor utama penyebab kerugian Sritex adalah gagal bayar utang yang mencapai Rp12,9 triliun atau sekitar USD 830 juta.