Sungguh malam itu seperti berada di stasiun KA di Eropa.
”Sejarah kereta api Indonesia dapat dibagi dalam dua zaman, pra-Jonan dan pasca-Jonan,” kata Anton Alifandi, wartawan senior yang sampai sekarang tinggal di London, Inggris.
Jonan yang dimaksud adalah Ignasius Jonan. Pria kelahiran Surabaya itulah yang melakukan transformasi KAI sehingga sangat maju seperti sekarang. Ia melakukan hal itu saat menjabat direktur utama PT KAI tahun 2009 hingga 2014. Sebelum ia menjadi menteri perhubungan dalam kabinet Presiden Jokowi periode pertama.
Sebelum itu, PT KAI bisa dianggap sebagai masa kegelapan. Kinerja keuangannya selalu rugi tiap tahun.
Hanya dalam waktu lima tahun, ia berhasil mengubah wajah KAI menjadi moda transportasi yang sangat mengasyikkan. Jonan adalah peletak dasar transformasi yang menjadikan kereta api Indonesia seperti sekarang.
Apa saja yang berhasil diubah Jonan dalam waktu sesingkat itu?
Pertama, peningkatan layanan penumpang. Ia berhasil menghapus calo tiket dengan menerapkan sistem pelayanan online dan tiket elektornik. Menerapkan boarding pass seperti di bandara. Melarang penumpang berdiri dan membasmi penumpang liar di atas kereta.
Kedua, memperbaiki manajemen dan SDM. Di eranya, ia telah berhasil mengubah budaya kerja di internal PT KAI dengan meningkatkan disiplin pegawai.
Ia juga berhasil meningkatkan kesejahteraan pegawai dengan gaji dan fasilitas yang lebih baik. Juga, berhasil menghapus pungli dan korupsi di perusahaan.
Yang paling penting, mengubah budaya orientasi kepada customer. Semua pegawai KAI dari paling atas sampai bawah nyaris bisa seragam dalam melayani penumpang. Di beberapa stasiun besar, semua staf berdiri berjajar menghormat kepada penumpang saat kereta berangkat. Seperti di Jepang.
Ketiga, memodernkan infrastruktur dan armada. Ia renovasi stasiun besar agar lebih bersih dan nyaman. Meningkatkan kualitas gerbong. Hampir semua kereta antarkota kini menggunakan gerbong baru. Semuanya berpendingin udara. Baik kelas ekonomi maupun eksekutif. Ada gerbong prioritas dan panoramic. Juga, first class seperti pesawat.
Jalur utama di Jawa tak lagi satu jalur. Ada dua rel sepanjang trans-Jawa. Baik di jalur utara maupun jalur selatan di pulau dengan penduduk terbesar di Indonesia tersebut. Rel ganda itulah yang membuat jadwal kedatangan dan keberangkatan KAI selalu tepat waktu. Dengan jarak antarkereta yang hanya selisih hitungan menit. Itu membuat ketepatannya mengalahkan pesawat kita.
Keempat, meski sempat mendapat perlawanan keras, ia berhasil menghilangkan pedagang asongan dan pengamen di gerbong maupun stasiun. Semuanya telah menjadi bagian dari sistem perkeretaapian. Termasuk jasa porter atau pembawa barang. Jasa itu yang tak ada di luar negeri. Sungguh penumpang kereta di Indonesia terasa lebih dimanjakan.
Yang pasti, kini setiap pengguna jasa KAI bisa merasakan jejak tangan Jonan. Saya pun menjadi lebih suka menggunakan kereta untuk jarak tempuh perjalanan di bawah 5 jam. Karena lebih praktis dan pasti. Apalagi, hampir semua stasiun KA ada di tengah kota. Berbeda dengan pesawat yang rata-rata sangat jauh dari pusat kota.
Perubahan yang dilakukan Jonan sebetulnya banyak menginspirasi BUMN lainnya. Misalnya, di industri gula yang dilakukan Dirut PTPN III Holding Mohamad Abdul Ghani. Ia juga telah berhasil mengubah perusahaan pelat mereh tinggalan Belanda itu dari rugi setiap tahun menjadi menguntungkan. Bahkan, menjadi lokomotif untuk percepatan swasembada gula.
Tapi, barangkali Ghani tak akan seterkenal Jonan meski memiliki pencapaian yang sama. Sebab, Jonan menangani sektor kebutuhan mayoritas publik secara langsung, sedangkan Ghani menangani sektor pangan. Sebelumnya, ada seorang bernama Tanri Abeng yang berhasil mentransformasi Telkom menjadi BUMN papan atas seperti sekarang.