Kedua, kebajikan yang tampak di luar belum tentu berasal dari dalam hati. Manifestasi kebajikan dapat merupakan pemenuhan tuntutan profesi atau tuntutan sistem semata.
Akibatnya, ketika datang celah untuk melepas kepura-puraan, yang tertinggal adalah wujud asli yang menyeringai seperti serigala, siap menerkam dan menghancurkan.
Kebajikan menolong sesama tidak lahir dari hati yang mengasihi, tetapi sekadar pemenuhan tugas terkait profesi atau pekerjaan.
BACA JUGA:Taksi Online Dokter Brahmana Askandar
BACA JUGA:Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia, Makassar
Ketiga, keluhuran profesi seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan keluhuran budinya. Seseorang dapat menjadi figur yang baik dalam pekerjaannya, tapi belum tentu menjadi figur yang sama baiknya dalam kehidupan kesehariannya.
Seseorang bisa berperan sebagai figur yang sangat berbeda karena membedakan profesi, keluarga, pertemanan, dan keseharian lain sebagai ”dunia” yang berbeda.
Keempat, hal mendasar yang melatarbelakangi semua fenomena itu adalah cara pandang kita terhadap orang lain.
Ketika kita tidak menghargai ”human dignity” orang lain alias hanya menganggap mereka alat untuk memenuhi keinginan kita –atau menganggap kita lebih superior daripada orang lain sehingga kita seakan memiliki ”hak” untuk memanfaatkan orang lain– kejahatan kemanusiaan tidak dapat dielakkan.
BACA JUGA:Dokter Browsing Ditangkap
BACA JUGA:Dokter Gadungan di 9 Klub Bola
Tindakan memperlakukan orang lain secara hormat dibangun karena kesadaran bahwa kita memiliki ”dignity” yang sama, yaitu sebagai sesama manusia, meskipun secara atribut bisa berbeda.
Cara pandang kita memengaruhi motivasi atau alasan kita melakukan sesuatu. Seorang dokter yang melayani pasien juga memiliki motivasi masing-masing.
Pada umumnya atas dasar kemanusiaan atau kewajiban untuk menolong (etika deontologis) dan motivasi untuk membawa manfaat lebih banyak bagi orang lain atau mengurangi akibat yang lebih buruk (etika consequensialism).
Yang sering terjadi adalah dokter menaati kode etik dan aturan perundangan karena merasa wajib melakukannya atau bahkan takut mendapat masalah jika melanggarnya.
Kebajikan dalam pelayanan kedokteran sering kali dipahami secara sempit hanya dalam konteks pelayanan terapeutik dalam relasi dokter-pasien atau relasi dokter-sejawat, terpisah dengan relasi dokter dan pasien atau sejawat sebagai sesama manusia.