HARIAN DISWAY - Karya seni yang menjadi jendela sejarah bagi penonton tentang pertempuran arek-arek Suroboyo di pameran ARTJOG 2025 memang sesuai dengan konsep lokasinya. Pameran ARTJOG 2025 berlokasi di Pasar Tunjungan lantai 3, persis di depan Hotel Majapahit Surabaya.
Bendera berwarna biru dalam pameran seni ARTJOG 2025 itu masih berkibar hingga saat ini di sebuah ruangan yang dulunya terbengkalai. Namun, ruangan tersebut SEOLAH menjadi seni yang menjembatani masa lalu dan masa kini.
Objek seni di ARTJOG 2025 yang merupakan karya Jompet Kuswidananto tersebut mengandung nilai sejarah penjajahan maupun peristiwa politik. Rakyat Surabaya di masa kini bisa mempelajarinya secara langsung lewat pameran seni ARTJOG 2025 yang berada di Surabaya hingga 3 Mei 2025.
BACA JUGA: ARTJOG 2025, Dentuman Suara Simbol Demokrasi Pasca Reformasi
Kenangan perjuangan arek-arek Suroboyo digambarkan dengan bendera biru yang berkibar di pameran ARTJOG 2025. - Boy Slamet - Harian Disway
Jika pengunjung pameran seni ARTJOG 2025 bisa mengamati lokasinya, Pasar Tunjungan berada di seberang Hotel Majapahit dan saling berhadapan. Hotel yang dekat dengan lokasi pameran seni ARTJOG 2025 itu dulunya bernama Hotel Yamato. Hotel ini menjadi saksi bahwa Belanda dan sekutunya belum menyerah untuk menjajah Indonesia. Saat itu, pasukan sekutu datang ke Surabaya bersama tentara Belanda yang bernama NICA (Netherlands Indies Civil Administration).
Tujuan dari kedatangan mereka adalah untuk mengawasi tawanan perang dan merampas persenjataan tentara Jepang di Surabaya. Pasukan sekutu dan NICA adalah segerombolan orang yang datang tak diundang ke Indonesia.
Tanpa meminta izin, pemimpin NICA yang bernama Aulbertin Walter Sother Mallaby mulai mendirikan pos pertahanan di wilayah Surabaya. Bahkan, pasukan sekutu berani mengibarkan bendera Belanda yang terdiri atas merah, putih, dan biru di atap Hotel Yamato.
Tindakan yang berlangsung pada 19 September 1945 tersebut memicu munculnya amarah warga Surabaya. Sebab, Indonesia sudah menyatakan kemerdekaannya lewat proklamasi 17 Agustus 1945. Residen Soedirman lalu berunding dengan pasukan sekutu dan NICA.
Sayang sekali, hasilnya nihil dan terjadilah serangan di depan Hotel Yamato oleh rakyat Surabaya. Saat itulah perobekan bendera Belanda terjadi. Pemuda Surabaya merobek bendera biru yang berkibar. Sehingga, yang tersisa hanyalah bendera merah putih.
“Kepahlawanan di Indonesia kerap dibangun atas mitos keberanian yang bersifat individual, padahal sebagaimana yang dipahami bahwa perjuangan pembebasan adalah sekumpulan fragmen yang dikumpulkan secara kolektif. Di Surabaya, peristiwa perobekan bendera tiga warna di atas Hotel Yamato pada 19 September 1945 menjadi simbol kuat dari bagaimana sosok melebur dalam kerumunan.
Tindakan heroik itu bukan milik satu nama, tetapi milik warga—arek-arek Suroboyo—yang bersama-sama merebut kembali martabat dan kedaulatan. Pada momen itulah, momen itu direbut, makna dikonstruksi ulang, dan kepahlawanan lahir bukan dari panggung resmi, tetapi dari keberanian yang berserakan di jalanan.”
Sampai saat ini, peringatan perobekan bendera di Hotel Yamato (Hotel Majapahit) itu masih direka adegan setiap tahun. Perobekan bendera itu menyisakan kenangan pahit tentang kejamnya zaman penjajahan dan pengorbanan para pahlawan yang melekat di hati rakyat Surabaya.