TAMPAKNYA, di usia kemerdekaan menjelang satu abad, negeri kita diuji dengan krisis integritas. Itu terlihat dari ramainya perbincangan isu belakangan: keabsahan ijazah seorang mantan pejabat tinggi negara.
Sampai di titik Jokowi enggan menunjukkan ijazah aslinya, kontroversi kasus itu menjadi seperti perdebatan fikih kunut yang tak berkesudahan. Bahkan bisa berabad-abad. Setiap pihak akan bersikukuh dalam keyakinan.
Sementara itu, fakta dan realitas tak pernah diungkap secara terang benderang.
BACA JUGA:Etika dan Integritas Pendidikan: Pembelajaran dari Polemik Disertasi Bahlil Lahadalia
BACA JUGA:Kemenag Pastikan Katering Haji Lebih Baik Lewat Pakta Integritas
Pihak yang dituduh merasa memiliki ijazah asli. Sebaliknya, penuduh merasa ada yang ditutup-tutupi. Padahal, kalau mau, penyelesaian bisa sangat sederhana. Bahkan, mudah dituntaskan.
Namun, mengapa yang terjadi sebaliknya? Masalah seperti tak berujung?
INTEGRITAS MODAL UTAMA
Jawabnya adalah soal integritas. Integritas adalah fondasi utama bagi seorang pejabat negara ataupun tokoh publik. Ia bukan sekadar kata indah dalam kamus etika, melainkan sebuah pilar yang menentukan kepercayaan publik, terutama terhadap pemerintahan.
BACA JUGA:Pergulatan Integritas di Dunia Pendidikan
BACA JUGA:CEO Danantara Rosan Roeslani Tegaskan Komitmen Tata Kelola yang Transparan dan Berintegritas
Membincang integritas, saya teringat sosok Aesop. Aesop adalah seorang pencerita era Yunani klasik. Lewat tradisi lisan, ia menciptakan banyak fabel. Lewat kisah-kisah itu, ia sampaikan pelajaran moral buat kehidupan manusia.
Kelak, di belakang hari, orang menuliskan dongeng-dongengnya itu menjadi kumpulan fabel Aesop.
Salah satu dongengnya yang terkenal adalah ”Anak Gembala dan Serigala”. Singkat cerita, seorang anak gembala berulang kali menipu warga desa dengan berteriak bahwa serigala menyerang ternaknya.
BACA JUGA:Zona Integritas Perguruan Tinggi dan Penguatan Karakter Civitas Academica