SESUAI amanat UUD 1945, pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dalam rangka mewujudkan tujuan bernegara, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut menunjukan bahwa para pendiri negara waktu itu sudah sangat visioner. Sebab, bangsa yang cerdas merupakan modal bagi kemajuan negara.
Amanat tersebut kemudian ditindakalnjuti pemerintah dengan menyusunan undang-undang sistem pendidikan nasional yang didalamnya memuat tujuan pendidikan.
Dalam Undang-Undang Sisdiknas 20/2003 yang sampai sekarang masih berlaku, disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
BACA JUGA:Pergulatan Integritas di Dunia Pendidikan
BACA JUGA:Hardiknas: Saat Pendidikan Menjadi Panggung Kemunafikan
Meski sudah berusia lebih dari 20 tahun, profil output pendidikan tersebut masih relevan dengan kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke-21. Menurut para ahli, kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke-21 adalah 4 C.
Yaitu, critical thinking, creatif thinking, communicatioan, dan collaboration. Kemudian, ditambah dengan satu C lagi, yaitu character and morality. Kompetensi tersebut tidak berbeda dengan tujuan pendidikan nasional.
Namun, mengapa tujuan pendidikan tersebut tidak kunjung terealisasi, bahkan pada aspek karakter dan moralitas justru makin jauh dari yang diharapkan. Pelanggaran moral dan etika di masyarakat, mulai remaja sampai pada kalangan elite, terus terjadi dan kian memprihatinkan.
BACA JUGA:Tantangan Etika dan Identitas dalam Pendidikan
BACA JUGA:Merawat Pendidikan Sastra di Tengah Gempuran Dunia Industri
Di kalangan anak dan remaja, sopan santun makin memudar. Sementara itu, di kalangan elite politik, perilaku korup makin meluas ke berbagai lapisan dan bidang.
Dunia pendidikan juga tidak lepas dari kasus pelanggaran moral berupa manipulasi nilai.
Berdasar penelitian yang dilakukan Kementerian Pendidikan |Dasar dan Menengah, terdapat kecenderung manipulasi nilai rapor yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur oleh sekolah dengan tujuan murid-muridnya bisa diterima di sekolah negeri atau di perguruan tinggi lewat jalur SNBP.
Di sisi lain, prestasi akademik para pelajar juga tidak mengalami kenaikan. Bertahun-tahun skor PISA pelajar Indonesia terus berada di bawah angka 400. Bahkan, pascapandemi Covid-19, skor PISA mengalami penurunan. Tahun 2022, skor matematika 366, sains 383, dan membaca 359.
BACA JUGA:Pendidikan, Pemimpin, dan Kemajuan Bangsa