Secara linear, dia yang asli Yogyakarta itu—sejak S-1 di Universitas Islam Indonesia dan S-2 Universitas Gajah Mada— memang konsisten mengambil jurusan akuntansi.
Performanya cukup bagus dalam studi. Program PhD selesai dalam 2 tahun 10 bulan. Hal itu membuat dua supervisor-nya impressed. Terlihat ketika dia melihat ada job opportunity dosen di Australia. Saat itu,dia meminta mereka menjadi referee dalam aplikasi pekerjaan tersebut.
Mereka bilang, daripada membiarkannya ke Australia, mereka lebih mengharap dia bekerja di kampusnya. Walaupun mereka tidak menggaransi ada pos, pasti istri saya mendapatkannya.
Memang rezeki tidak bakal ke mana. Sebuah lowongan dosen dibuka di Aston University. Dia lolos menjadi dosen di Accounting Departement.
Sejak 2019, dia mendapat promosi sebagai associate professor bidang yang sama dari University of Southampton, tempatnya sekarang bekerja.
Sebagai catatan, beasiswa Islamic Development Bank (IDB) tidak banyak dan tak bisa diperpanjang. Bahkan tidak ada tanggungan buat keluarga.
Namun, dalam kontraknya, tidak ada ikatan baginya jika harus kembali ke negara atau institusi kerja asal. Jadi, dia bebas memilih.
Oh ya, di Indonesia, istri saya adalah dosen dan Ketua Jurusan Akuntansi di Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta.
Saya yang saat itu mulai menjalankan usaha tempe memutuskan resign dari pegawai negeri. Itu keputusan terbaik. Apalagi selama setahun terakhir menjadi aparatur negara, situasi di kantor membuat saya tidak happy bekerja.
Saya sampaikan kepada istri ketika dia mendapat kabar soal beasiswa, "mungkin ini akan jadi jalan keluar dari pekerjaan kantor".
Bagi saya, tidak mengapa meninggalkan pekerjaan kantor. Sementara di Inggris, istri saya mendapatkan pekerjaan yang tak setiap orang mendapatkan kesempatannya. Semua demi better job.
Selain menjalankan usaha tempe, saya bekerja paruh waktu sebagai cleaner. Pekerjaan paling mudah dicari.
Dari sisi upah, meski hanya tiga jam per hari, pendapatan saya per bulan senilai dua kali lipat gaji terakhir sebagai PNS golongan 3C. Lumayan kan? Hehehe.
Mohammad Rozi bersama Ibrahim Gas, teman lama sesama cleaner di Grand Central Birmingham.--
Pekerjaan itu saya jalani bertahun-tahun, berganti tempat, hingga pandemi datang. Covid-19 membuat semua berubah. Terhentinya pasokan kedelai impor dari Kanada dan melambungnya harga kedelai menyudahi kisah itu.
Cerita manis tentang gurihnya tempe Birmingham pun berakhir.