Anak Bunuh Ibu-Anak: Cemburu Antarsaudara

Kamis 22-05-2025,04:33 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Yanti ditanya, mengapa sampai mengambil foto korban yang sudah termutilasi? Dia menjawab, ”Sekarang kalau sudah gini, dia (ibu) bisa apa?”

Jawaban Yanti memang persis  kesimpulan polisi: Yanti tidak menyesali perbuatannyi. Dia tergolong pembunuh berdarah dingin. Akibat cemburu. 

Padahal, cemburu bersumber dari harapan ingin dicintai. Berarti, dia juga cinta ibunda. Tapi, mengapa cinta bisa berubah jadi sangat benci seperti itu?

BACA JUGA:Marah yang Membutakan: Bunuh Tante karena Merasa Terkekang

BACA JUGA:Bunuh Motif Asuransi

Psikolog Sigmund Freud dalam bukunya, Case Histories 2 (1988), menyebutkan bahwa cinta dan benci adalah ambivalensi yang punya korelasi hubungan kausalitas. Dua orang bisa saling mencinta dan pada saat lain bisa saling membenci.

Kehadiran cinta dan benci, baik secara asmara maupun cinta keluarga, bisa hadir secara bersamaan terhadap objek yang sama. Dua orang saling mencinta, jika salah satu pihak merasa disakiti, bisa berubah jadi benci. Makin dalam kualitas cinta, makin dalam bara benci.

Dikutip dari The New York Times, 13 Januari 2021, berjudul The Psychology Behind Sibling Rivalry, karya Jessica Grose, diungkapkan, dalam kecemburuan antarsaudara kandung, Anda tidak dapat menghindari pertengkaran. Anda hanya dapat berharap untuk menahannya.

Jessica Grose memberikan ilustrasi, saat pandemi Covid, dua anaknyi usia 8 dan 4 tahun kelihatan lebih akrab jika dibandingkan dengan sebelum pandemi.

Grose: ”Saya mendengar suara cekikikan dari kamar tidur mereka, beberapa kali dalam semalam. Namun, makin banyak waktu yang dihabiskan anak-anak perempuan saya bersama, makin sering pula mereka bertengkar.”

Pertengkaran paling umum disebabkan mereka merasa terjadi ketidakadilan akibat perebutan posisi. 

Dia memberikan contoh. Di saat pandemi, ada jadwal vaksinasi. Dua anak perempuan itu berkelahi tentang siapa yang menerima suntikan pertama. Mereka berebut. 

Akhirnya anak sulung memenangkan argumen sehingga disepakati dia jadi yang pertama menerima vaksinasi. ”Namun, ketika kami tiba di pintu ruang vaksinasi, dan di situ ada anak menangis setelah disuntik, barulah si sulung paham bahwa vaksinasi bukanlah hadiah,” katanyi.

Dilanjut: ”Pada hari-hari ketika kami terjebak di rumah bersama-sama dan pertengkaran mereka mencapai tingkat yang sangat dramatis, ayah mereka dan saya khawatir kami telah melakukan kesalahan besar sebagai orang tua yang menyebabkan pertengkaran itu.”

Jeanine Vivona, guru besar psikologi di College of New Jersey, AS, yang telah mempelajari persaingan antarsaudara, mengatakan:

”Persaingan antarsaudara kandung hanyalah fakta kehidupan. Dan, kita, sebagai orang yang memiliki saudara kandung dan orang yang memiliki anak, dapat mencoba untuk mengatasinya sebaik-baiknya.”

Kategori :

Terkait

Rabu 21-05-2025,21:34 WIB

Anak Bunuh Ibu-Anak

Minggu 18-05-2025,16:02 WIB

Buron Pasti Ditangkap

Jumat 16-05-2025,08:24 WIB

Pusaran Konflik Femisida