BACA JUGA:Laporan Haji dari Makkah (7): Jaga Kualitas Makanan Jamaah, Bisa Cicipi Ratusan Kali Tiap Hari
Apalagi saat musim haji seperti sekarang. Para jamaah haji Indonesia silih berganti datang. Salah satunya rombongan dari Kabupaten Brebes. “Alhamdulillah, kami sudah kedua kali ke sini,” ujar Ahmad Zaki Yamani, pemimpin rombongan.
Zaki berziarah ke Makam Mbah Moen karena termotivasi beberapa hal. Terutama karena merasa terinspirasi oleh santri-santri Mbah Moen di tanah air. Seperti Gus Baha’ hingga Gus Maimoen.
“Kami sangat berhutang budi ya walaupun kami ya kadang tabarruk ngaji lewat YouTube, juga beberapa kali kami sempat berhadapan langsung dengan putra-putri dan santri-santri beliau yang sangat luar biasa sekali,” jelasnya.
Apalagi, imbuh Zaki, Mbah Moen merupakan pengagum berat Sayyidah Khadijah. Bahkan Mbah Moen juga amat rindu kepada istri pertama Rasulullah SAW tersebut. Itu bisa dilihat dari nasid karya Mbah Moen: Sadduna Fiddunya.
Sehingga, Mbah Moen pun berharap ingin dekat dengan Sayyidah Khadijah. Cita-cita beliau terkabulkan bisa dimakamkan di Ma’la bersanding dengan Sayyidah Khadijah.
Zaki dan rombongannya tentu ikut mendoakan Mbah Moen. Ia berharap ilmu yang ia serap dari santri-santri Mbah Moen menjadi berkah.
“Kami berharap bisa dianggap jadi santri beliau juga. Aamiin,” ujarnya.
Mustasyar Dinny KH Abdul Moqsith Ghazali mengatakan, Ma’la akan dikenang oleh para ulama dan umat islam sebagai tempatnya para penghuni surga.
Selain Mbah Moen, ada juga beberapa ulam dari Indonesia yang dimakamkan di Ma’la. Di antaranya yang terkenal adalah Syekh Nawawi Banten yang mengarang sejumlah kitab.
BACA JUGA:Laporan Haji dari Makkah (7): Jaga Kualitas Makanan Jamaah, Bisa Cicipi Ratusan Kali Tiap Hari
“Karya-karyanya banyak dibaca di pondok pesantren terutama di Jawa, Madura, dan sebagainya,” ujarnya. Syekh Nawawi Banten menjadi rujukan dari ulama-ulama Nusantara karena melahirkan murid-murid yang luar biasa seperti KH Kholil Bangkalan.
Kemudian ada juga mkam KH Sofyan Miftachul Arifin dari Situbondo, seorang mursyid tarekat, hingga Syekh Mahfudz Termas, pengarang kitab Manhaj Dzawi An-Nazhor. “Sehingga rugi kalau jamaah haji Indonesia tidak ziarah ke Ma’la ini,” jelas KH Moqsith. (*)