Ketersediaan dan Ketahanan Pangan Nasional: Peluang dan Strategi

Kamis 05-06-2025,09:33 WIB
Oleh: Tri Haryanto*

KETERSEDIAAN pangan yang mencukupi –baik secara kuantitas maupun kualitas– aman, beragam, bergizi, dan terjangkau menjadi prasyarat untuk mencapai ketahanan pangan. Kinerja ketahanan pangan nasional, meski makin baik, masih perlu ditingkatkan. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang mengalami kerawanan pangan sedang atau berat berdasarkan skala pengalaman kerawanan pangan (FIES) tahun 2024 sebesar 4,02 persen. Itu sekitar 54 persen lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2017. 

Sementara itu, prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan tahun 2024 sekitar 8,27 persen yang menandakan 8,27 persen penduduk Indonesia mengonsumsi kalori kurang untuk hidup sehat sesuai dengan standar minimum (2.100 kkal/kapita/hari).

BACA JUGA:Panen Perdana Nusakambangan, Harapan Ketahanan Pangan Warga Binaan

BACA JUGA:Rumah Pangan PNM Hadir di Purwokerto, Solusi Ketahanan Pangan Berbasis Komunitas

Pola konsumsi pangan pokok rakyat Indonesia masih bertumpu pada beras. Rata-rata konsumsi beras per kapita selama 2018–2023 sekitar 80 kg/kapita/tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0,08 persen per tahun. 

Sebaliknya, konsumsi bahan makanan pokok lainnya masih sangat rendah. Di sisi lain, tingkat kemandirian pangan Indonesia berdasarkan nilai self-sufficiency ratio (SSR) pada tahun 2018 sekitar 91 persen. 

Selama 2019–2022, rata-rata SSR mendekati 99 persen, kemudian menurun pada tahun 2023 dan 2024 menjadi sekitar 92 persen. Angka itu menunjukkan bahwa produksi beras telah mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan beras domestik. 

BACA JUGA:Hari Pers Nasional 2025, Menag: Pencerah Umat Lestarikan Alam untuk Ketahanan Pangan

BACA JUGA:KIP Foundation dan Pemprov Jawa Timur Bersinergi dalam Ketahanan Pangan dari Desa

Artinya, Indonesia telah mencapai swasembada pangan beras. Menurut FAO, batas minimal disebut swasembada adalah 90 persen. Tingkat ketergantungan impor beras tahun 2018 adalah 9 persen. 

Itu relatif rendah selama 2019–2022, yaitu sekitar 1 persen, dan menjadi relatif tinggi pada tahun 2023 dan 2024, yaitu sekitar 8 persen.

Ketergantungan impor beras yang cukup tinggi dalam jangka pendek menandakan adanya kebocoran pendapatan ke luar negeri. Pada tahun 2023 kebocoran pendapatan untuk mengimpor beras diperkirakan mencapai 0,14 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. 

BACA JUGA:20 Persen Dana Desa untuk Ketahanan Pangan, Mendes PDT: Tak Ada Celah Lagi untuk 'Bermain'

BACA JUGA:Program Tekad Dukung BUMDes di Indonesia Timur untuk Ketahanan Pangan dan Makan Gratis

Kategori :