Solusinya, pemerintah harus memastikan hak masyarakat adat dan transparansi dalam alokasi wilayah.
Dukungan teknologi dan regulasi. Penguatan regulasi seperti UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Nelayan dan Integrasi Rencana Aksi Nasional Perikanan Skala Kecil diperlukan untuk melindungi produsen pangan lokal dari dominasi industri besar
INTEGRASI SEKTOR DAN TARGET JANGKA PANJANG
Target nasional 2045. Indonesia menargetkan kontribusi PDB sektor maritim 15 persen dan perluasan kawasan konservasi laut hingga 30 persen. Buton dapat berkontribusi melalui pengembangan energi terbarukan (gelombang laut), industri pengolahan aspal berkelanjutan, dan pariwisata berbasis ekosistem.
Pendekatan multidisiplin. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, LSM (seperti DFW Indonesia), dan masyarakat diperlukan untuk memastikan keseimbangan ekologi, ekonomi, dan sosial.
Ekonomi biru di Kepulauan Buton memerlukan sinergi antara eksploitasi sumber daya (aspal, minyak) yang bertanggung jawab, penguatan sektor perikanan tradisional, pariwisata berkelanjutan, dan pelestarian budaya.
Dengan pendekatan inklusif dan berbasis hak asasi manusia, Buton dapat menjadi model pembangunan maritim yang adil dan lestari.
Oleh karena itu, pemerintah harus menciptakan kerangka kerja yang mendukung ekosistim pembangunan agar sektor swasta dapat terlibat menyuntikkan semangat baru pembangunan melalui investasi yang berbasis keberlanjutan.
Peluang yang muncul dari keberadaan sumber daya alam seperti aspal dan minyak kita harus memanfaatkan melalui strategi investasi yang cerdas.
Dengan demikian, investasi tidak hanya menguntungkan investor, tetapi juga mampu memberikan dampak positif bagi pembangunan masyarakat di kepulauan Buton. (*)
*) L.M. Alfian Zaadi adalah dosen Universitas Muslim Buton, pemerhati sumber daya alam dan potensi Kepton, dan salah seorang inisiator ’’ Barisan Akademisi Kepton’’.