Retaknya Tri-Pilar Pendidikan

Retaknya Tri-Pilar Pendidikan

ILUSTRASI Retaknya Tri-Pilar Pendidikan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

FENOMENA guru dilaporkan orang tua murid ke polisi makin sering terjadi. Yang belakangan viral dan menjadi berita di media sosial adalah kasus pelaporan orang tua murid ke polisi atas dugaan tindak pidana berupa pemukulan terhadap siswa yang dilakukan ibu kepala SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten

Menurut kepala sekolah, tindakan tersebut dilakukan karena siswa tersebut merokok dan tidak mau mengakui perbuatannya (tidak jujur). Meski kasus tersebut kemudian diselesaikan dengan damai, fenomena tersebut menjadi indikasi retaknya hubungan antara orang tua dan sekolah.  

Padahal, pendidikan merupakan kerja sama antara tiga pilar pendidikan, yaitu keluarga, masyarakat, dan sekolah. Tiga lembaga tersebut seharusnya bergotong royong melakukan pendidikan agar anak memiliki modal untuk mengambil peran dan dapat bertahan di masa depan. 

BACA JUGA:Refleksi dan Sinergi Bangsa dalam Memperkuat Pendidikan Santri Pascabencana

BACA JUGA:Menyiapkan Input Pendidikan Tinggi dengan Seleksi Andal dan Berkeadilan

Ketiga lembaga tersebut seharusnya melakukan komunikasi, kolaborasi, dan koordinasi dalam mendidik anak.

Memang, anak secara biologis adalah anak orang tua, tetapi secara sosiologis mereka adalah anak masyarakat, dan secara politik adalah anak negara. Bahkan, mereka secara filosofis adalah anak zaman, seperti yang dikatakan Khalil Gibran. 

Itu berarti, pendidikan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga orang tua dan masyarakat.

Tugas utama orang tua adalah membentuk karakter dan moral. Di antaranya adalah kejujuran dan tanggung jawab. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Sebelum memperoleh pendidikan di sekolah, anak telah belajar dari lingkungan keluarga. 

BACA JUGA:80 Tahun Merdeka, Quo Vadis Pendidikan Nasional?

BACA JUGA:Jalan Berliku Mewujudkan Tujuan Pendidikan

Anak belajar dengan cara nontoni, nitheni, dan niru, seperti yang disampaikan Ki Hadjar Dewantara.  Anak akan melihat, mendengar, dan memperhatikan apa yang dilakukan orang tua mereka. Kemudian, apa yang dilihat dan didengar tersebut mereka tirukan. 

Oleh karena itu, sikap dan perilaku anak, misalnya, tidak jujur, kebiasaan merokok, dan lainnya, di antaranya mereka peroleh dari apa yang mereka lihat dan dengar dari lingkungan keluarga. Hal itulah yang sering tidak disadari orang tua, bahwa apa yang mereka lakukan sehari-hari akan ditiru anak. 

Fundasi moral dan karakter sebenarnya lebih banyak dibentuk di lingkungan keluarga. Sementara itu, sekolah lebih pada pengembangan intelektual dan ilmu pengetahuan. Jika orang tua merokok dan sering tidak jujur, semua itu akan ditiru anak. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: