Ideologi transnasional itu pun mewujud dalam banyak organisasi (polycentrism). Meski banyak organisasi transnasional sudah dibubarkan pemerintah, sebagai sebuah ideologi, tentu tidak mudah dihilangkan.
Sebab, ideologi politik transnasional sudah mandarah daging di kalangan pengikutnya. Apalagi, gerakan berideologi transnasional sangat bervariasi.
Umumnya organisasi-organisasi itu memiliki pandangan politik sama. Doktrin politik yang dianut adalah agama dan negara merupakan satu kesatuan. Gerakan transnasionalis berkeyakinan bahwa pemisahan agama dan negara adalah sesuatu yang tidak terbayangkan (inconceivable).
Tokoh-tokoh gerakan transnasional berpandangan bahwa sistem khilafah merupakan solusi untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa.
Dengan mencitakan dunia yang dipimpin seorang khalifah, berarti tidak ada tempat bagi gagasan nasionalisme. Hal itu karena nasionalisme menekankan kesamaan tujuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Gagasan nasionalisme juga mengakui eksistensi keragaman etnis, agama, budaya, dan bahasa sebagai entitas yang memiliki tujuan untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Sementara itu, ideologi transnasional mencita-citakan sistem politik yang melintas batas berdasar kesamaan agama. Sistem politik negeri tercinta dianggap bertentangan dengan ajaran agama.
Karena itulah, dasar negara Pancasila dan NKRI juga harus diganti. Pandangan bercorak transnasional itu jelas tidak sejalan dengan nilai-nilai nasionalisme sebagaimana konsensus para pendiri bangsa.
Menyoal posisi Pancasila dan NKRI jelas bertentangan dengan spirit para pendiri bangsa. Apalagi, semua komponen bangsa telah menjadikan Pancasila dan NKRI sebagai konsensus.
Dalam perspektif Muhammadiyah, Pancasila merupakan darul ’ahdi was syahadah (negara konsensus dan negara tempat pembuktian). Dengan spirit nasionalisme, semua warga bangsa harus berperan aktif dalam pemahaman, penghayatan, dan perilaku yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.
Semoga perayaan Harkitnas dan Hari Lahir Pancasila menjadi momentum semua elemen bangsa memupuk nilai-nilai nasionalisme. Bukan sekadar dalam bentuk retorika yang abstrak dan tanpa makna, nilai-nilai nasionalisme penting dibumikan melalui tindakan nyata.
Bahkan, sebagai bangsa, kita selayaknya berbangga karena sejumlah pemimpin negara ingin menjadikan negeri tercinta sebagai laboratorium dunia untuk kehidupan yang toleran di tengah kemajemukan. (*)
*) Biyanto adalah staf ahli Bidang Regulasi dan Hubungan Antarlembaga Kemendikdasmen, sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, dan guru besar UIN Sunan Ampel, Surabaya.