HARIAN DISWAY - Pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) di Indonesia membuka peluang besar di berbagai sektor, namun juga menimbulkan tantangan serius terhadap perlindungan kekayaan intelektual (KI).
Menanggapi kondisi ini, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) bersama Direktorat Penegakan Hukum Kementerian Hukum dan HAM RI tengah menyiapkan strategi untuk mengantisipasi potensi pelanggaran KI akibat penyalahgunaan teknologi AI.
Direktur Penegakan Hukum Arie Ardian menjelaskan bahwa terdapat beberapa potensi pelanggaran KI yang harus diwaspadai. Salah satunya adalah penggunaan dataset yang berisi karya-karya cipta tanpa izin dalam pelatihan model AI generatif.
“Contohnya pengembang AI yang mengambil ribuan bahkan jutaan karya digital baik berupa teks, musik, gambar, maupun video, tanpa memperhatikan lisensi atau hak pencipta. Ini jelas masuk kategori pelanggaran hak cipta, baik secara ekonomi maupun moral,” tegas Arie.
BACA JUGA:Transformasi Digital DJKI Diakui, PDKI Menangkan Penghargaan Layanan Publik
BACA JUGA:Telkomsel Juara di Twimbit Telecom Awards 2025 Berkat Inovasi AI di MyTelkomsel
AI generatif berpotensi memunculkan isu plagiarisme dan ketidakjelasan status hukum atas konten yang dihasilkan, sehingga menimbulkan kerentanan hukum yang perlu segera diantisipasi.
Untuk menghadapi hal tersebut, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) telah mengembangkan pendekatan berbasis risk assessment guna memetakan potensi pelanggaran KI dalam ekosistem AI.
Ilustrasi teknologi AI yang mampu membuat sebuah konten. Proses Generatif AI bisa menimbulkan masalah hukum hak cipta-AI Generated-
Melalui pemantauan tren teknologi, konsultasi dengan pakar, dan benchmarking terhadap kebijakan serta regulasi global, DJKI tengah merumuskan kebijakan yang lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi.
“Kami tidak bisa mengandalkan cara-cara konvensional dalam penegakan hukum. Di era AI, penegakan hukum harus digital, responsif, dan kolaboratif. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan aparat penegak hukum menjadi prioritas kami,” ujar Arie.
BACA JUGA:DJKI: Kafe, Pub, hingga Konser Cukup Sekali Bayar Royalti Lagu Lewat LMKN
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) tengah menyusun roadmap strategis penegakan hukum kekayaan intelektual berbasis teknologi, yang mencakup peningkatan jumlah dan kapasitas penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), penyusunan pedoman teknis, digitalisasi sistem pelaporan dan pelacakan, serta penguatan kerja sama antar lembaga.
Sebagai bagian dari upaya ini, DJKI telah menjalin koordinasi dengan Kepolisian RI, Kejaksaan Tinggi, dan Kementerian Komunikasi dan Digital melalui forum koordinasi dan perjanjian kerja sama teknis.
Hingga pertengahan 2025, belum terdapat kasus resmi yang diklasifikasikan sebagai pelanggaran KI akibat AI, namun DJKI telah menerima laporan awal terkait penggunaan karya digital dalam dataset AI tanpa izin.