Polda Jatim dan Polres Pelabuhan Tanjung Perak Dituding Halangi Akses Bantuan Hukum terhadap Tersangka UU ITE dari Komunitas Gay

Kamis 26-06-2025,16:57 WIB
Reporter : Ghinan Salman
Editor : Noor Arief Prasetyo

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Penangkapan dan penahanan warga Surabaya yang tergabung dalam Grup Facebook “Gay Khusus Surabaya” oleh aparat kepolisian disorot lembaga bantuan hukum dan aktivis HAM. 

Pasalnya, aparat kepolisian disebut tidak memberikan ruang bagi penasihat hukum untuk mendampingi secara utuh kepada tersangka. Hal itu menimbulkan pertanyaan besar atas adanya potensi pelanggaran hak konstitusional tersangka.

Direktur YLBHI-LBH Surabaya Habibus Shalihin mengecam tindakan Polda Jawa Timur dan Polres Pelabuhan Tanjung Perak yang dinilai menghalang-halangi akses bantuan hukum kepada tersangka kasus dugaan pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), berinisial MFK. 

Untuk diketahui, MFK merupakan anggota Grup Facebook “Gay Khusus Surabaya” yang sempat ditangkap dan ditahan oleh kepolisian.

“Kami sebagai tim advokasi hukum tidak bisa memberikan pembelaan secara maksimal karena dihalang-halangi baik oleh petugas Rutan Polda Jatim maupun penyidik dari Polres Pelabuhan Tanjung Perak,” kata Habibus Shalihin, Kamis, 27 Juni 2025.

BACA JUGA:Kesepakatan Sopir Truk dan Polda Jatim: Sanksi ODOL Kini Menyasar Pemilik Barang

BACA JUGA:Polda Jatim Ungkap Narkoba Disimpan di Shockbreaker, Sita Sabu 9 Kg

Tim Advokasi Hukum yang terdiri dari YLBHI-LBH Surabaya, Paralegal Yayasan Orbit Surabaya, dan GAYa Nusantara telah dua kali mencoba menemui MFK untuk memberikan bantuan hukum. 

Namun, pihak Rutan Polda Jatim mensyaratkan bahwa pertemuan harus didampingi langsung oleh penyidik penanganan perkara dengan membawa surat bon tahanan.

“Petugas hanya bilang itu SOP internal tanpa menyebut dasar hukumnya. Sementara penyidik mengatakan mereka mengikuti SOP tersebut dan tidak bisa mendampingi. Ini seperti permainan ‘di-pong-pong’,” ujar Habibus.

Menurut Habibus, itu jelas melanggar hak konstitusional tersangka sebagaimana diatur dalam Pasal 69 dan 70 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang memberikan hak kepada penasihat hukum untuk bertemu klien sejak tahap penyidikan.

“Sejak penangkapan hingga penahanan, MFK bahkan tidak didampingi penasihat hukum. Ini jelas cacat prosedur dan mencederai asas praduga tak bersalah,” tandasnya.

BACA JUGA:Sembilan Tersangka Korupsi Minyak Mentah Pertamina Dilimpahkan, Inilah Peran Mereka

BACA JUGA:Kejagung Sita Rp2 Miliar dari Tersangka Suap Gratifikasi di PN Jakarta Pusat

Lebih lanjut, Habibus menyatakan bahwa penghalangan akses bantuan hukum ini semakin memperburuk stigma dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas gender, khususnya komunitas LGBTQ+.

Kategori :