“Maka Pemprov harus memberikan intervensi,” katanya.
Pemprov Jatim tidak boleh tinggal diam jika ditemukan anak putus sekolah, apalagi jika putusnya disebabkan oleh masalah ekonomi.
“Mereka bisa diintervensi, misalnya dimasukkan ke Sekolah Rakyat (SR),” tambahnya.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Jatim Aries Agung Paewai menyatakan meyakini bahwa angka APS untuk usia 16–18 tahun di Jatim sebenarnya lebih tinggi dari yang tercatat.
Menurutnya, jika APS hanya mengacu pada sekolah formal saja, maka datanya jelas tidak lengkap.
“Karena banyak yang bersekolah di pesantren atau mondok. Bahkan ada juga yang mengambil jalur sekolah mandiri,” tuturnya.
Lembaga-lembaga pendidikan nonformal seperti homeschooling di Jatim juga cukup banyak. Selain itu, terdapat pula lembaga pendidikan bertaraf internasional yang setara dengan SMA sederajat. (*)