“Natsir terlambat sehari datang ke Aceh karena putrinya meninggal tenggelam di Kolam Renang Cikini,” kenangnya dari wawancara dengan Natsir tahun 1982.
BACA JUGA:TP2GD Jatim Setujui Usulan KH Yusuf Hasyim sebagai Pahlawan Nasional, Ini Jasanya untuk NKRI
Kekecewaan Daud Beureu’eh makin dalam, meskipun Provinsi Aceh akhirnya kembali dibentuk pada 1956. Ia bahkan kemudian bergabung dengan PRRI dan RPI tahun 1958.
Dari fakta-fakta sejarah itu, Daud Beureu’eh mestinya tidak dianggap sebagai pemberontak yang ingin memisahkan Aceh dari NKRI.
“Beliau seorang Republikan yang kecewa dengan janji-janji yang tak kunjung diwujudkan para pemimpin di pusat,” jelas Yusril.
Bagi Yusril, sejarah tentang Daud Beureu’eh perlu ditulis ulang dan dikaji secara adil.
“Beliau adalah pejuang RI sejati, jasa-jasanya tak ternilai bagi bangsa dan negara, sehingga sudah saatnya beliau diangkat menjadi Pahlawan Nasional,” katanya.
Yusril juga menyinggung bagaimana dua tokoh Masyumi lainnya, Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara, pernah dianggap pemberontak oleh rezim sebelumnya.
BACA JUGA:Kakek Prabowo Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Mensos: Tunggu Hasil Kajian
Nnamun kemudian dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Akhirnya, Presiden SBY meneken Keputusan Presiden yang memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara,” tutup Yusril.
Ia berharap hal yang sama bisa dilakukan untuk Teungku Muhammad Daud Beureu’eh. (*)