Tunggu Vonis Gugatan Saham di PN Surabaya Besok: Hai Jawa Pos, Jangan Nyuap!

Senin 11-08-2025,14:31 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Keempat, uang akses. Ang mendefinisikan: ”Hadiah berisiko tinggi yang diberikan pelaku bisnis kepada pejabat berkuasa, bukan hanya untuk kecepatan, melainkan juga untuk mengakses hak istimewa eksklusif yang berharga.”

BACA JUGA:Jawa Pos Adalah Dahlan Iskan (1): Dibesarkan dengan Cinta, Dibalas Air Tuba

 BACA JUGA:Dahlan Iskan Adalah Jawa Pos (2-Habis): Ketika Media Menggugat Diri Sendiri

Uang akses diberikan pengusaha kepada pejabat berkuasa untuk mendapatkan hak istimewa eksklusif, sering kali melibatkan transaksi legal maupun ilegal. Bedanya dengan sogok, jika sogok dibayarkan karena pihak pembayar terdesak, uang akses dibayarkan tanpa kondisi terdesak. Bagi pengusaha, itu semacam investasi, kalau-kalau suatu saat terdesak.

Ang mengutip The U4 Anti-Corruption Resource Centre (U4) yang membandingkan uang akses dengan steroid anabolik. Steroid anabolik dapat meningkatkan pertumbuhan, tetapi juga mengakibatkan efek samping yang serius bagi pemerintahan.

Pihak pembayar uang akses mendapatkan perlakuan istimewa, akses ke sumber daya, atau kebijakan yang menguntungkan.

Contoh uang akses, termasuk kegiatan legal seperti pendanaan kampanye dan pembayaran lobbying dari pengusaha kepada pejabat publik.

Dari empat bentuk itu, nomor satu sampai tiga berdampak menghambat perekonomian negara. Nomor empat malah merangsang pertumbuhan ekonomi, tetapi berisiko ketimpangan dan ketidakstabilan keuangan negara, terutama saat krisis.

Ang: ”Tiongkok dulu sangat miskin karena empat jenis korupsi itu merajalela. Lalu, sejak ekonomi pasar Tiongkok dibuka tahun 1978 melalui Kebijakan Reformasi dan Keterbukaan oleh Deng Xiaoping, korupsi diberantas habis.”

Warga dunia tahu, di Tiongkok semua harta koruptor dirampas negara. Lalu, koruptornya ditembak mati di depan publik di lapangan terbuka. Itu ditonton keluarga koruptor, kerabat, tetangga, teman-teman, dan semua orang yang tidak mengenalnya. Koruptor mati malu. Keluarganya pun mendadak miskin dan terhina.

Namun, yang diberantas tuntas di sana adalah bentuk nomor satu sampai tiga. Korupsi garis keras. Yang nomor empat terlupakan atau pemerintah sulit melacaknya. Dengan begitu, korupsi nomor empat itu masih ada sampai sekarang di sana. Tapi, juga diberantas.

Jawa Pos, dalam kasusnya, berpotensi korupsi bentuk nomor empat: Suap. Terdesak. Sebab, seandainya tidak menyuap dan hakim menyatakan mereka kalah dalam gugatan, mereka harus membayar sejumlah itu kepada Dahlan Iskan.

Pembayaran Rp 54,5 miliar bagi konglomerasi pers Jawa Pos, uang kecil. Namun, status kalah digugat menimbulkan persepsi publik bahwa Jawa Pos terbukti secara sah dan meyakinkan putusan PN Surabaya, bahwa ia menilap saham karyawan.

Konsekuensinya berat. Lembaga pers yang tupoksinya menegakkan kebenaran malah bertindak tidak benar. Mengkritik para penilap duit rakyat, dirinya sendiri malah menilap duit karyawan. Apa kata dunia? Bagaimana bisa dipercaya?

Seumpama Jawa Pos kalah, kredibilitasnya hancur, bisnisnya pun ikut hancur.

Bayang-bayang kekalahan itulah yang berpotensi membikin pihak Jawa Pos gelap mata sehingga pilih jalan suap. Namun, cara itu berarti gambling lebih keras lagi. Mereka meningkatkan level gambling. Dengan potensi kehancuran lebih parah lagi. Bisa hancur-hancuran. 

Kategori :